Anak-anak Daksa

Adri Adityo Wisnu
Chapter #2

2. HUTAN HUJAN DI KEBUN RAYA

Sehabis makan siang memang paling asyik tidur siang, apalagi cuaca sedang sejuk begini. Malangnya, anak-anak XI IPS malah harus mendengarkan Bu Surya, guru Matematika mereka, menjelaskan Trigonometri dengan cepat seolah semua siswa akan langsung mengerti apa yang diajarkan. Beliau asyik sendiri menerangkan dan menulis rumus-rumus di whiteboard tanpa sesekali berhenti untuk bertanya “Ada yang mau ditanyakan?”

Kelas XI IPS terbagi menjadi beberapa kasta: Anak-anak pintar dan rajin dambaan para guru duduk di dua barisan depan, diikuti dengan mereka yang biasa-biasa saja tapi masih mau usaha, dan yang terakhir adalah kasta terendah, mereka yang duduk di kelas cuma untuk menunggu jam pulang sekolah. Kasta terendah ini duduknya selalu di barisan-barisan belakang. 

Ren dan teman-temannya tentu saja termasuk kasta barisan belakang. Kecuali Nadia. Sebenarnya ia bisa saja duduk di barisan depan karena dia pintar dan rajin, tapi ia lebih memilih duduk dekat Ren dan lainnya. Rana si anak baru masih pendiam, jadi belum ketahuan dia masuk kasta yang mana. 

Kondisi di barisan belakang begitu suram. Ada yang tidur, ada yang sibuk selfie, Abu sibuk menulis puisi. Niatnya mau diberikan ke Rana. Dara sibuk mainan filter di aplikasi hp-nya. Nadia yang mencoba menegur Dara, lama-lama malah ikutan juga.

“Hihihi, ini lucu, beb,” kata Dara pada Nadia sambil melihat-lihat wajah mereka dengan filter yang lucu-lucu.

Sementara Javier dan Ren sedang bisik-bisik berdiskusi tentang Rana.

“Menurut lo si anak baru itu gimana, Ren?” tanya Javier dengan antusias.

“Hmmm…” Ren menatap Rana yang kelihatannya sedang sibuk mencatat. “Keliatannya bisa dimintain contekan. Nadia suka pelit soalnya.”

“Ih, bukan itu!” tukas Javier gemes. “Maksud gue, bakal gampang dideketin nggak ya?”

“Aduh, kayaknya sih bukan tipe yang mikirin soal pacar-pacaran, ya. Apalagi sama yang mukanya penuh niat jahat kayak elo,” kata Ren datar, yang berakibat bagian belakang lehernya mendapat cubitan keras dari Javier yang membuat Ren sontak teriak “AH!”.

Bu Surya langsung membalik badan menghadap para siswa. Matanya tertuju pada Ren yang masih mangap.

“Ahhh, ternyata begitu ya, Bu. Pantes dari tadi saya sedikit bingung, tapi sekarang udah ngerti.” kata Ren sambil mengangguk-angguk sok pintar.

“Ada pertanyaan?” tanya bu Surya kepada seluruh siswa.

Tentu saja tidak ada yang menjawab. Karena kapan sih ada siswa yang dengan semangatnya bilang “Ada, Bu!” ketika guru bertanya begitu?

Jadi, mau tidak mau, Bu Surya akan menunjuk satu siswa yang kurang beruntung untuk dipaksa bertanya. 

“Heh, kamu!” Bu Surya menunjuk Abu yang sedang asyik menulis puisi. “Abu!” 

“Ya, Ibunda Guru. Ada apa memanggil saya?” jawab Abu seraya melepas pandangan dari buku tulisnya.

“Ada pertanyaan?”

Lihat selengkapnya