Ini baru permulaan dan masih banyak lagi
***
Sebenarnya pesta tinggal beberapa jam lagi, namun anak-anak angkat dari Om Bae dan Tante Linda malah keluyuran keluar rumah menggunakan mobil masing-masing tidak ada yang bisa mencegah mereka pergi.
Putra kini bersama Okta, tidak ada istilah pengocokan untuk Rencana hari ini jadi mereka Langsung tarik-menarik tanpa basa-basi lagi dan juga tanpa janjian apapun, Putra dan Okta telah berada di mobil dan mereka bersiap untuk menyusun rencana pada malam hari ini.
"Kita langsung ke rumah Krian nih, gak mau ke mana-mana dulu?" tanya Okta.
"Iya. Tapi sebelumnya kita ke rumah gue dulu ada yang mau gue bawa," jawab Putra.
Setelah mengatakan itu Putra langsung membanting setir Memutar Balik mobilnya menuju ke arah rumahnya karena kebetulan rumah Putra itu berlawanan arah dengan rumah Krian jadi sebelum mereka benar-benar menuju targetnya mereka harus pergi dulu ke rumah itu.
Dalam benaknya banyak sekali yang dipikirkan walaupun sebenarnya rencana itu sudah ada di depan mata dan tinggal mempelajarinya tapi justru dalam pikiran bertanya-tanya apakah rencana ini akan benar-benar berhasil karena ini adalah rencana terakhir mereka.
Sampailah mereka berdua di rumah yang mewah dan seperti biasa rumah itu akan selalu sepi ketika Putra mengunjunginya.
"Kita langsung masuk, bokap sama nyokap gue gak ada di rumah," kata Putra.
Baru saja menginjakkan kaki di rumah itu tiba-tiba pintu utama rumah Putra terbuka dan menunjukkan sosok pria dan wanita berumur 30-an muncul di hadapan mereka.
"DARIMANA AJA KAMU PUTRA!"
"TIAP HARI KERJAAN CUMA KELUYURAN..... MULU, SEBAIKNYA KAMI SEKOLAH YANG BENER BUKAN KAYAK GINI. BUKAN LUNTANG-LANTUNG KAYAKNYA GINI."
Putra tidak tahu bahwa orang tuanya berada di sini dan sekarang mereka malah memarahinya. Sungguh sebuah halangan bagi dirinya untuk masuk ke rumah ini karena mau mengambil sesuatu.
"AKU KAYAK GINI KARENA MAMA SAMA PAPA, KALO KALIAN GAK SIBUK PUTRA GAK AKAN—"
"BERANI KAMU BENTAK MAMA SAMA PAPA, SEKARANG KAMU MASUK DAN JANGAN KELUYURAN LAGI!"
Putra di seret begitu saja oleh Papanya meninggalkan Okta sendirian di depan rumah ini bersamaan dengan tutupnya pintu dengan suara yang keras. Kita bingung harus berbuat apa sekarang ia harus pergi atau tetap menunggu di sini.
Sementara itu Putra terus diseret oleh Papanya menuju ke sebuah kamar mandi dia diguyur habis-habisan tanpa henti, Putra tidak bisa memberontak sekarang Ia hanya bisa pasrah dan terus memendam rasa kebenciannya itu, setelah puas membasahi tubuhnya. Tubuh Putra diseret dari kamar mandi menuju gudang yang sangat kotor sekali karena tidak pernah dibersihkan oleh siapapun.