Anak Angin di Penjara Bawah Tanah

Kandil Sukma Ayu
Chapter #2

#2 KEHIDUPAN DI KERAJAAN

Kerajaan berduka. Mereka kehilangan Ratu terbesar dalam sejarah Kerajaan Angin. Peristiwa kehilangan itu membuat Raja hilang kendali. Beliau murung sepanjang hari dan badai topan mengelilingi seluruh Kerajaan Aero.

Sepeninggal Ibu Ratu, Raja meminta agar Bobby tinggal di Istana. Tetapi peraturan tetaplah peraturan. Bobby yang tengah menempuh pendidikan militer harus tetap tinggal di Asrama Militer, di Gis Stratioki. Gis ini tidak jauh jaraknya dari Istana, sehingga setiap hari bebasnya Bobby bisa mengunjungi Raja dan tinggal di Istana seharian dengan ditemani Evan dan Galang, untuk kemudian kembali ke asrama pada malam harinya. 

Satu tahun penuh Bobby lalui tanpa meninggalkan kerajaan Aero untuk mengunjungi orang tuanya di Terra, karena memang tidak ada hari libur semester di pendidikan militer. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan, Raja memohon kepada Bobby untuk tinggal di Istana selama beberapa waktu. 

Demi membahagiakan hati sang ayah yang tidak pernah memilikinya, Bobby mengabulkan permintaan Raja. Setelah menjenguk orang tuanya selama tiga hari, Bobby kembali ke istana bersama pengawal yang mendampinginya selama ia di Terra. Bobby kembali tinggal dan hidup di Istana selama satu tahun penuh, tanpa mengunjungi keluarganya.

Setelah satu tahun lamanya ia terkurung di Istana megah dan diperlakukan sebagai seorang Putra Raja yang istimewa, Bobby –atau Zefiroz sebutan Rakyat Aero kepadanya– berpamit pulang kepada orang tua yang telah membesarkannya, yang berasal dari Suku Terrani. Bobby sudah tidak sanggup lagi menahan rindu kepada keluarganya, juga sudah bosan hidup dengan pelayanan istimewa. Ia ingin hidup sederhana, namun penuh cinta. 

Di Istana Bobby memang serba dilayani, serba kecukupan, apa pun yang diinginkannya tersedia. Akan tetapi bukan itu yang Bobby inginkan. Ia merindukan kasih sayang keluarganya, merindukan kecupan ibunya tiap malam menjelang tidur. Di Istana megah ini Bobby tidak mendapatkan kasih sayang seorang ibu atau pun saudara. Bahkan ayahnya yang masih ada pun hampir tidak pernah menemani Bobby makan di meja makan. Beliau selalu sibuk di ruang kerjanya atau di ruang pertemuan bersama penasihat-penasihat kerajaan. 

Hari demi hari Bobby lalui bertiga dengan kedua sahabatnya. Evan dan Galang –yang telah di angkat sebagai Pengawal Kerajaan– di tempatkan pada posisi terbaik dan khusus untuk menemani Bobby kapan pun Bobby memerlukannya.

“Hamba mohon, Baginda. Hamba sangat merindukan mereka,” desak Bobby, pada suatu malam.

“Putraku, kau satu-satunya yang aku miliki sekarang. Kau adalah seorang Pangeran, calon penerus takhta kerajaan. Kedua sahabatmu telah menempati posisi terbaik di kerajaan, untuk bisa mendampingimu,” jelas Baginda Raja Zora saat –untuk ke sekian kalinya– Bobby berpamit pulang ke Terra.

“Tetapi, Baginda. Hamba memohon maaf kepada Baginda, karena hamba tidak menginginkan takhta itu. Hamba lebih menginginkan berada bersama keluarga hamba di Terra.” Bobby menolak titah sang Raja.

“Tidak bisa! Kau anakku. Kau adalah keturunanku satu-satunya, maka kau adalah calon penerus takhta kerajaan. Kau akan di nobatkan sebagai pangeran, dan akan menduduki takhtaku setelah aku pergi. Aku sudah terlalu tua untuk memimpin Rakyat Aero.” Baginda Raja memaksakan takhta Raja kepada Zefiroz.

“Hamba memohon kepada ayahanda. Mereka sangat menantikan kepulangan hamba ke Terra. Hamba sudah berada di sini selama satu tahun sejak lulus pendidikan militer dan sudah menundanya selama dua bulan dari perjanjian awal, Baginda,” bujuk Bobby.

“Maafkan aku, Putraku. Kau sudah menjenguk mereka setelah kau lulus,” jawab Baginda Raja keras kepala.

Tetapi Raja tetaplah Raja. Apa pun keputusan Raja maka mutlak menjadi aturan yang harus di patuhi.

Bobby keluar dari ruangan dengan wajah kecewa. Dia berjalan menyusuri lorong, mencari Galang dan Evan. 

“Evan, kau sedang bertugas?” tanya Bobby saat dia berhasil menemukan Evan.

“Tidak. Aku selesai melapor. Ada apa?”

“Ikut aku.” Bobby melangkah melewati Evan. Evan mengikutinya sambil bertanya-tanya, tetapi tidak berani bertanya sekarang karena wajah Bobby tampak sangat serius.

Mereka berdua menemukan Galang di pos penjagaan terluar.

“Kau sedang bertugas?” tanya Bobby. Galang mengangguk.

“Pangeran ada perlu dengan Galang? Dia bisa meninggalkan posnya sebentar, saya akan menjaganya,” sela Ronan, teman jaga Galang.

“Tidak, tidak Ronan. Aku bisa menunggunya. Berapa lama kau lepas jaga, Lang?” tanya Bobby.

“Masih satu jam lagi.”

“Temui aku dan Evan di tempat biasa selepas kau melapor.”

“Baiklah.”

Bobby dan Evan berjalan keluar gerbang kerajaan, menuju tepi hutan. Bobby menemukan danau biru di tengah hutan saat berburu, dan senang sekali berada di sana. Ikan-ikan danau kecil itu selalu berlompatan seperti percikan emas yang meletup-letup. Mereka bertiga menjadikannya tempat tujuan saat ingin berbincang serius atau sekedar mengobrol santai.

Bobby dan Evan berjalan dalam diam. Evan sudah tidak sabar ingin bertanya, tetapi dia tahu dari raut wajah Bobby, yang akan mereka bicarakan pastilah hal yang sangat serius. Karenanya dia menahan diri untuk bertanya. Mereka terus berjalan menyusuri jalan setapak penuh ilalang, menuju danau biru. Sesekali Bobby mengayunkan pedang untuk menyibak tanaman yang telah menjorok menutupi jalan yang mereka lalui.

“Bob…”

Bobby memberi isyarat untuk diam dengan lambaian tangannya.

“Aku tahu. Aku cuma mau bilang, apa kau mau ini?” 

Bobby menoleh dan melihat hotdog di tangan Evan.

“Kau mencuri dari dapur?” selidik Bobby.

“Enak saja. Andora memberiku. Dia menungguku selesai laporan tadi dan membawakan ini,” gerutu Evan.

“Ku lihat kalian berdua saling…” Bobby mengangkat bahu, bergumam lirih sambil kembali berjalan.

Lihat selengkapnya