Dua minggu kemudian, Bobby kembali menemui Raja. Dia telah meminta ijin dengan segala cara bahkan sampai menuruti usul Galang, menawarkan kepada Raja untuk mengunjungi saja keluarganya. Tetapi Raja tetap menolak. Raja mengatakan, beliau akan memberi ijin Bobby menengok keluarganya hanya jika mahkota pangeran sudah bertengger di kepalanya. Dan dia akan di antar oleh pengawal kerajaan –yang berarti Bobby tidak akan bebas bersama keluarganya– seperti kepulangannya yang terakhir usai kelulusannya kemarin.
“Aku sudah membujuk Raja, bahkan mengatakan padanya aku hanya akan mengunjungi keluargaku saja, tetapi Raja tetap menolak.” Bobby menceritakan hasil pertemuannya dengan Raja kepada Galang dan Evan.
“Ya. Kebetulan aku dan Evan yang bertugas jaga di balik pintu timur, saat kau berbicara dengan Raja,” jelas Galang.
“Jadi bagaimana sekarang?” tanya Bobby.
“Terserah padamu saja. Aku akan membantu apa pun keputusanmu sekarang,” jawab Galang.
“Sudah Bobby, kabur sekarang saja. Aku bisa membuka badai topan di sini untukmu sekarang juga,” desak Evan.
“Tidak. Tidak sekarang.”
“Kenapa? Kamu berubah pikiran?” tanya Evan. Galang mengerutkan kening.
“Kapan kalian bertugas malam hari?” tanya Bobby.
“Akhir minggu aku berjaga di gerbang luar,” jawab Galang.
“Dan aku berpatroli di luar batas istana. Bagus. Kami bisa membantumu,” kata Evan bersemangat.
“Tidak. Kalian tidak boleh membantuku,” kata Bobby tenang.
“Apa?!” Evan dan Galang membelalak kaget.
“Dengar. Aku bisa bepergian dengan badai topan yang aku ciptakan sendiri dan aku bisa membuka aksesnya dari dalam kamar. Aku tidak perlu menggunakan badai topan istana. Aku akan pergi malam itu, jadi pastikan kalian bersama orang lain hingga seseorang menemukan kamarku kosong. Aku tidak ingin kalian terlibat,” jelas Bobby mantap.
“Tetapi…” Evan akan memprotes.
“Ikuti permainanku atau aku tidak akan mengatakan kepada kalian kapan aku akan pergi,” potong Bobby.
“Baiklah, baiklah pangeran keras kepala,” dengus Evan jengkel.
“Mengertilah Van.”
“Ya yaa... Aku mengerti,” jawab Evan malas-malasan.
“Baiklah. Pergilah kalian. Tinggalkan aku, pastikan tidak ada yang melihat kalian dari kamarku. Walau itu sudah biasa, tetapi untuk hari ini aku tidak ingin ada yang tahu,” pesan Bobby lagi. Keduanya mengangguk, kemudian bergerak keluar kamar.
Besoknya, seharian penuh Bobby mengurung diri di kamar. Dia tidak berjalan-jalan kemana pun bahkan tidak pergi makan.
Di hari kedua, koki istana mengantar makanan ke dalam kamarnya. “Pangeran, tuan Evan mengirim pesan apakah Pangeran bersedia ditemui selepas tuan Evan piket. Maafkan hamba,” tanya laki-laki kurus pendek itu sambil meletakkan nampan berisi makanan di meja bundar di sudut kamar Bobby.
“Tidak, Paman. Aku sedang ingin sendiri. Sampaikan salamku kepada mereka, katakan aku baik-baik saja. Jika aku memerlukan mereka, aku akan memanggilnya seperti biasa,” jelas Bobby. Dia sedang tiduran di sofa di kamarnya, menghadap jendela.
“Baik, Pangeran. Saya akan menyampaikan pesan Pangeran.” Laki-laki itu keluar dari kamar Bobby dan menutup pintunya perlahan.
Sepeninggal koki, Rowle memasuki kamar Bobby.
“Pangeran, apakah hamba diijinkan masuk?” tanyanya penuh hormat.
“Masuklah, Paman. Jangan berbicara padaku begitu sopan. Aku geli mendengarnya,” jawab Bobby, tidak beranjak dari tempatnya, hanya menoleh menatap si pemilik suara. Laki-laki tua itu tersenyum.
“Apakah Pangeran ada masalah? Aku perhatikan sudah dua hari ini pangeran mengurung diri di dalam kamar,” tanya Rowle. Rowle telah diangkat menjadi Cunarius atau pengasuh Bobby, sejak Bobby memasuki istana sebagai putra Raja yang hilang. Karenanya laki-laki tua itu tinggal tepat di depan pintu kamar Bobby, memenuhi setiap kebutuhan Bobby, termasuk menjaga Bobby dari kunjungan-kunjungan tak di inginkan ke dalam kamarnya.
“Ya, Paman. Aku sedang sedih dan aku sedang ingin sendiri,” jawab Bobby.
“Apakah aku boleh tahu alasannya, Pangeran?”
“Tentu. Kau sudah seperti pengganti orang tuaku di sini. Kau lebih dekat denganku dari pada Raja. Aku juga tidak mungkin menyimpan seluruh masalahku sendirian. Aku bisa gila.”
“Apa yang bisa saya bantu?”
“Tidak ada. Raja melarangku pulang ke Terra, bahkan hanya untuk sekedar menengok orang tua ku. Beliau mengurungku di sini. Istana ini semakin terasa seperti penjara bagiku, Paman,” keluh Bobby.
“Ku pikir juga begitu, Pangeran. Aku sudah menduga hal ini pasti akan terjadi.” Rowle menatap Bobby iba. Sorot matanya yang penuh pengertian, mengingatkannya pada ayahnya yang selalu memaafkannya saat dia lepas kendali dengan kekuatannya. Itu semakin menyayat hati Bobby.
“Evan pun berpikir begitu,” jelas Bobby. Dia beranjak dari tempatnya berbaring, duduk menatap Rowle yang duduk tenang di kurai bundar di depannya.
“Tentu saja. Anak itu begitu cermat. Dia memiliki pemikiran dan mata yang sangat jeli. Melihat kemampuannya melihat detail yang sangat kecil, aku curiga dia merupakan keturunan pertapa. Tetapi jika melihat atogansinya, itu sangat jauh dari sifat sang pertapa. Setiap keturunan pertapa sangat tenang dan sabar.” Rowle tertawa kecil.
“Mungkin itu sifat Terranya, Paman.” Bobby tertawa rendah.
“Ya. Sangat mungkin ia juga membawa sifat ibu inangnya, mengingat dia berada di dalam rahim inangnya lebih lama dari pada di dalam rahim ibunya,” jawab Rowle.
“Jadi, Paman. Bagaimana menurut Paman? Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku sangat merindukan keluargaku di Terra.” Bobby kembali pada percakapan tentang dirinya.
“Aku akan berbicara dengan baginda Raja.”
“Aku tidak yakin Paman akan berhasil. Akusudah memintanya berkali-kali belakangan ini.”
“Jangan gegabah, Pangeran. Ingat kau memiliki adik yang dipalsukan datanya. Membuat keputusan tanpa berfikir jernih bisa membahayakan mereka.” Rowle mengingatkan. Bobby terkesiap. Laki-laki ini selalu saja seolah dia tahu apa yang sedang direncanakan Bobby. Karena itulah Bobby sangat menghormatinya, dan menyayanginya. Karena meski begitu, Rowle tidak penh serta merta menuduhnya. Dia selalu tahu cara yang lebih ampuh untuk mengingatkan Bobby kepada kesalahan-kesalahan yang telah atau mungkin akan diperbuatnya.
“Makanlah, kemudn berjalan-jalanlah keluar kamar untuk menyegarkan pikiran, Pangeran. Pikiran kalut akan membuatmu bertindak nekat,” pesannya. Kemudian laki-laki itu berdiri dan melangkah keluar. “Aku akan menemui Baginda,” lanjutnya sembari menutup pintu kamar Bobby.
Bobby makan dengan lahap, kemudian kembali berbaring, memikirkan ucapan Rowle. Itu bisa membahayakan mereka. Kata-kata itu terngiang-ngiang di benaknya. Akankah Bobby tetap nekat kabur. Bagaimana jika Raja menemui Bobby di rumahnya. Akankah Raja tahu Henry seorang Yonesti. Bisakah Raja dikelabuhi. Apakah Yonesti memiliki ciri-ciri yang tidak dapat dipungkiri.
Bobby menjambak rambutnya dengan frustrasi. Ia segera meraih bukunya dan mencoret di halaman depan, Yonesti. Buku ajaib itu terbuka dengan cepat dan halamannya berhenti pada halaman 132.576ii. Bobby mengerutkan dahi. Tanda ii selalu melambangkan rahasia. Iimfihlo.
Pada masa pendidikannya, bab tentang Yonesti tidak dibubuhi tanda ii pada halamannya. Tetapi kenapa sekarang muncul tanda ii saat Bobby membukanya.
Bobby memulai membaca.
Yonesti. Keturunan Terrani yang memiliki kemampuan Taifun. Diciptakan oleh peri jahat melalui darah janin Taifun yang diculiknya dari rahim wanita hamil. Penciptaan bayi-bayi Yonesti diperkirakan atas perintah para Terrani, agar mereka bisa merebut kekuasaan atas seluruh wilayah daratan dan perairan, dengan cara menyingkirkan suku-suku lainnya.
Pada abad ke-14 dimana suku Terrani menguasai bumi dan membakar hidup-hidup para pemilik kekuatan. Melihat rakyatnya berguguran dengan sangat cepat, maka Raja Yazer memutuskan untuk menggiring pasukannya ke dalam hutan, membuat perlindungan kabut, dan mengasingkan diri dari kejaran para Terrani. Namun, saat itulah banyak Yonesti merangsek masuk ke dalam wilayah persembunyian dan mulai memburu para suku Taifun tanpa ampun. Yonesti dapat dengan mudah memasuki daerah persembunyian menggunakan kekuatan Taifun yang dicurinya dari darah Apicti, saudara satu rahimnya.
Pada abad ke-17, dikeluarkanlah peraturan oleh Raja Kayama yang berisi : “peri manapun yang dengan sengaja ataupun tidak, telah menciptakan Yonesti, maka akan dihukum romusa di gurun hitam, tempat generator angin menjalankan fungsinya menutup wilayah persembunyian kerajaan angin.”
Sejak munculnya peraturan itu, maka jumlah Yonesti menurun secara derastis. Ini memudahkan para Taifun untuk menyerang setiap Yonesti yang memasuki wilayah Kerajaan. Yonesti tidak memiliki kekuatan alami yang dapat dimunculkan sejak bayi untuk melindungi dirinya dari serangan. Kekuatan yang mereka curi terlalu kecil untuk bisa dikeluarkan secara alami, meakipun beberapa kali Taifun menemukan pelajar Deverso yang ternyata adalah seorang Yonesti. Sangat sulit membedakan seorang Apicti atau Yonesti, apabila keduanya telah mempelajari bagaimana menggunakan kekuatan angin secara terkontrol. Ciri satu-satunya adalah bahwa Yonesti berasal ari rahim yang sama dengan Apicti, akan tetapi tidak memiliki kekuatan alami yang bisa muncul sejak bayi.
Bobby berhenti membaca. Masih berpuluh-puluh halaman jika ia meneruskan membacanya, tetapi dia sudah menemukan informasi yang sangat dibutuhkannya. Untuk informasi lainnya, dia akan membukanya lagi lain waktu, jika keadaannya sudah lebih nyaman dan tenang.
Bobby bernjak dari tempatnya, menaruh bukunya di atas meja. Dia menatap jauh keluar jendela, melewati pucuk-pucuk pepohonan hutan yang mengelilingi istana. Yonesti sulit dibedakan dengan Apicti, dia membatin. Informasi yang baru saja dia baca, sama sekali berbeda dengan yang dulu dia pelajari di sekolah. Pada informasi kali ini, jelas sekali bahwa kaum Terrani sangat membenci Yonesti.