Lima hari Bobby berada dalam pelarian. Tiga hari terakhir dia menetap di hutan perbatasan kerajaan Luxor. Tanaya melarangnya pergi lebih jauh, dan berani menjamin keamanannya selama Bobby bermalam di hutan belantara itu. Dia selalu mengunjunginya secara sembunyi-sembunyi usai dia bertugas, dan membawakan makanan dari kerajaan cahaya untuknya. Dia tidak mengizinkan Bobby berkunjung ke kerajaan cahaya, karena dia tidak yakin berteman dengan suku kerajaan lain merupakan keputusan yang benar baginya. Bobby menerimanya dengan tenang dan tersenyum geli saat Tanaya mengatakannya.
Makanan dari kerajaan cahaya jauh lebih aneh. Semuanya berkilau dan bentuknya seperti butiran pasir halus. Bobby tidak bisa melihat bentuk ubi, jagung, sayur, nasi dan sebagainya, walau tetap bisa merasakannya. Seluruh makanan ini berbentuk seperti pasir laut yang lembut dan berwarna kuning keemasan.
Di tengah makan siang dengan riuh tawa Bobby dan Tanaya, embusan angin kencang tiba-tiba menerpa dan sebuah liontin sebesar telur puyuh terjatuh di depan Bobby.
“Jika kau ingin keluargamu selamat, pulanglah. Kami tidak tahu bagaimana kau bisa berada di kerajaan cahaya, tetapi kami tahu kau di sana dan kami tidak mungkin dapat mengejarmu. Jadi maafkan aku jika terpaksa menyandera keluargamu untuk bisa membawamu pulang.” Sebuah suara berat dan dalam menggema di seluruh hutan yang sunyi.
Mangkuk emas di tangan Bobby jatuh membentur tanah dengan keras, meleleh di atas tanah alih-alih pecah. Dan dalam sekejap mangkuk itu kembali ke bentuknya semula, meskipun makanannya tetap bertebaran di tanah.
“Zefiroz…” bisik Tanaya tegang.
“Mereka tahu.” Hanya itu kata yang keluar dari mulut Bobby.
“Apakah kau pikir, mereka berada di tempat orang tuamu saat kita mengirim pesan?” tanya Tanaya cemas.
“Ya. Mereka pasti menungguku mengirim pesan, untuk melacak keberadaanku. Bodohnya aku, telah membahayakan keluargaku. Aku harus pergi, Tanaya.”
“Tetapi Zefiroz…” Tanaya menahan lengan Bobby. Sarung tangan emas bercahayanya tampak kontras di atas baju perak gelap Bobby.
Bobby berbalik, menatap Tanaya dan tersenyum.
“Aku akan mengunjungimu jika semua ini sudah beres. Katakan padaku bagaimana aku bisa berkomunikasi denganmu.”
Tanaya terpaku menatap Bobby beberapa saat, kemudian tangannya bergerak melepas kalung dari lehernya. Dia menggenggamnya, kemudian menarik ujung kalung melalui celah di genggamannya. Saat tangan bercahaya itu membuka setelah ujung terakhir kalung itu terlepas dari tangannya, terdapat duplikat kalung yang sama persis di atas telapak tangannya.
“Bawa ini. Kau bisa menggunakannya jika ingin berbicara padaku.” Tanaya menyerahkan duplikat kalung itu pada Bobby.
“Bagaimana menggunakannya?” tanya Bobby menerima kalung itu, sementara Tanaya mengenakan kembali miliknya.
“Gunakan dengan kekuatanmu. Kau akan bisa melakukannya saat sudah jauh dariku.”
“Baiklah.” Bobby mengangguk. Dia akan mencobanya nanti. Yang terpenting saat ini adalah bahwa dia harus segera kembali ke kediaman orang tuanya. Mereka menyandera keluarganya dan jika mereka telah menemukan Henry, itu sangat berbahaya.
“Terima kasih telah menemaniku selama aku di sini dan membawakanku banyak makanan sehingga aku tidak kelaparan. Aku akan segera menghubungimu.”
Bobby melepas tangan Tanaya dan berbalik, bersiap menciptakan badai terkuat yang bisa membawanya pulang dengan cepat.
“Tunggu!” teriak Tanaya. Bobby menoleh. “Pergilah dengan ini. Ini jauh lebih cepat,” bisik Tanaya. Kemudian gadis itu membuat lingkaran besar dengan tangannya dan muncullah lubang cahaya di tengah kekosongan.