Anak Angin di Penjara Bawah Tanah

Kandil Sukma Ayu
Chapter #10

#10 MISI PENYELAMATAN

Pintu ukir bercat putih terbuka perlahan dan wajah keras tersembul dari baliknya. 

“Untuk apa kau kesini?” sambut pemilik rumah besar yang keseluruhannya bercat putih bersih itu. 

“Bolehkah saya masuk? Saya membawa kabar tentang Pangeran Zefiroz, maksud saya Bobby,” jawab laki-laki tua yang berdiri di depan pintu, mengenakan setelan jas berwarna perak licin. Rambut laki-laki itu telah memutih seluruhnya.

“Untuk apa masih mengabarkan dia. Bukankah dia sudah bahagia sebagai Raja di dunia kalian dan lupa akan kami keluarga yang merawatnya sejak bayi,” sambut Henry angkuh. 

Bobby dan Tanaya telah berpesan kepada mereka agar seolah-olah tidak pernah lagi berhubungan dengannya, demi keselamatan mereka semua dan juga Bobby di tahanan.

“Henry? Siapa itu?” sebuah suara serak lemah terdengar dari dalam rumah. 

“Orang salah alamat Mom, tenanglah di dalam,” jawab Henry. Dia menatap tamunya dengan galak, memberi peringatan agar tamunya segera menyingkir.

Tetapi bukannya menyingkir, laki-laki tua itu justru angkat bicara. 

“Permisi nyonya, saya datang membawa kabar tentang Bobby.” Laki-laki itu menyahut keras dari luar. 

Wajah Henry mengeras dan siap meninju wajah tamunya sebelum ibunya melangkah mendekat. 

“Persilahkan dia masuk, Henry. Mungkin kakakmu dalam bahaya,” jelas ibunya lirih.

“Tapi, Mom....” Henry ingin memperingatkan ibunya tentang pesan Bobby dan Tanaya, tetapi bagaimana caranya agar orang ini tidak mendengar.

“Bersikaplah sopan pada setiap tamu.” Ibunya tersenyum dan mengedip. Henry tahu, ibunya memberi isyarat bahwa dia tidak lupa pada pesan kakaknya.

“Baiklah,” gerutu Henry sambil membuka pintu, melangkah ke samping untuk memberi jalan kepada tamunya. 

Mereka semua menuju ruang tamu, disusul ayah Henry yang turun dari lantai dua, kamarnya. 

Nyonya Vincent mempersilahkan tamunya duduk dengan sopan, kemudian ketiganya mengikuti duduk di hadapannya.

“Apa yang terjadi? Bobby tidak pernah lagi memberi kabar kepada kami. Apakah dia telah bahagia di sana?” tanya Nyonya Vincent tenang.

“Pangeran tidak pernah memberi kabar bukan karena dia sudah lupa pada kalian,” jelas laki-laki yang sebelum ini mereka kenal sebagai penjemput Bobby ketika Bobby memohon kepada kedua orang tuanya untuk diizinkan pergi ke Kerajaan Angin agar dia bisa belajar mengontrol kekuatannya. 

“Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Saya Rowle. Semoga kalian masih dapat mengingat saya.” Laki-laki itu memperkenalkan diri dengan sopan.

“Ya, ya. Saya masih mengingat Anda,” jawab ayah Bobby, menyambut uluran tangan Rowle.

“Tuan, Nyonya, maafkan saya. Sesungguhnya Pangeran Zefiroz sama sekali tidak melupakan kalian. Dia pastilah sangat merindukan kalian,” lanjut Rowle. Kedua tangannya mengatup di atas lutut. 

“Lalu kenapa dia tidak pernah memberi kabar sama sekali?” sela Henry, bersikeras untuk berpura-pura tidak tahu akan keadaan Bobby. 

“Dia dijebak dan saat ini Pangeran di kurung di ruang bawah tanah,” jelas laki-laki itu. 

“Lalu apa yang terjadi?” bisik Tuan Vincent, tidak dapat menyembunyikan nada cemas di dalam suaranya. 

“Sampai saat ini Pangeran baik-baik saja. Tapi tidak akan lama jika dia terus meringkuk di dalam tahanan, merindukan kalian, dan tidak mampu berbuat apa pun. Pangeran juga belum tahu bahwa takhta Paduka Raja Zora telah diambil alih oleh pamannya sejak Raja Zora berpulang. Jika dia mendengar kabar buruk ini, keputusasaan akan menghampirinya dengan segera, aku yakin,” tutur lelaki itu.

“Raja meninggal?” tanya Henry kaget.

“Ya. Raja Zora telah berpulang sejak dua bulan yang lalu. Kondisinya yang semakin lemah, ditambah informasi bahwa Pangeran Zefiroz menolak kembali ke kerajaan dan telah berpindah dengan seluruh keluarganya, itu membuat keadaannya memburuk dengan sangat cepat,” jelas laki-laki itu.

“Dan Bobby tidak tahu ayahnya meninggal?” tanya Tuan Vincent.

Laki-laki itu menggeleng, “tidak. Tidak ada yang bisa berkomunikasi dengan Pangeran kecuali pengantar makanan,” jelasnya.

“Tidak adakah orang dalam kerajaan yang ingin menolongnya?” tanya ayahnya cemas.

Lihat selengkapnya