Anak Asuh Tuhan

Syafiqah Rizqi Fathaniah
Chapter #1

Pelipis Berkeringat....

Terhentak ! aku bangun dari tidur dikejutkan oleh suara teriak. Mataku terbelalak lebar, dan alisku terangkat mengikuti tingginya mata. Jantungku berdegup kencang tak beraturan. Kulit pucatku merinding dan bergetar amat kagetnya. Pandanganku terfokus ke pusat jeritan, kemudian mulai berkunang-kunang meneteskan air mata.

Nyawa masih setengah terambing, tidak terlalu jelas apa yang mereka ucapkan. Hanya terngiang suara teriakan dalam pandangan agak kabur. Tampak di luar sangat ricuh, terlihat dari setengah pintu kamar terbuka. Tiba-tiba terdengar,

"PLAAKK !" suara tamparan sangat keras.

"AAARRGH !!" jeritan perempuan yang begitu tersiksa seperti orang kesurupan.

“Tidak ! apa yang aku lihat ?!” dalam hati sambil memeluk erat guling yang aku dekap.

Takut, gelisah, berdebar, semua rasa itu bercampur aduk seperti sedang berada di rumah berhantu. Pelipisku mulai berkeringat. Memaksakan mata terpejam dan mengatur fikiran bahwa itu hanyalah mimpi buruk. Tapi mataku tak bisa berbohong dengan ungkapan air mata yang menetes. Berusaha untuk kembali tidur dan bermimpi lagi. Berharap seakan tak ingin bangun.

Masih ada suara jeritan, tiba-tiba terdengar bunyi pintu tertutup. Mataku berusaha mengintip dibalik bendungan air mata yang akan menetes. Terlihat papa sedang menutup pintu kamarku, mungkin karena khawatir dan berusaha menghindarkanku dari serangan luar. Akibat tangisan yang berpadu dengan mata terpejam, akhirnya rasa kantukku berat dan angan bawah sadarku mulai muncul.

Pagi hari, aku terbangun. Kurasa tadi hanya sebagian mimpi buruk dari angan yang kutakutkan selama ini. Karena akhir-akhir ini mama papa terlihat tidak saling menyapa dan cuek satu sama lain. Tak ada lagi peduli diantara mereka.

Fikiran itu membuatku rindu moment tertawa bersama di ruang keluarga, menonton televisi, membuat gurauan, adalah hal yang kami tunggu setiap harinya. Salah satu hal yang lucu ketika mengamati dan berkomentar tentang cerita fiksi yang agak tidak masuk akal. Dulu karena masih kecil, kepolosanku tak bisa berbohong bahwa aku mempercayai semua yang ada di televisi. Sampai terkadang aku menangis jika ceritanya sedih. Contohnya seperti animasi "Hatchi si Lebah sebatang kara" yang mencari ibunya, atau drama Korea "Jang Geum" saat disiksa oleh tokoh antagonis dalam cerita tersebut. Tapi papa selalu menghiburku dengan berkata "Itu bukan kehidupan nyata nduk.... cuma dongeng, cerita bohongan".

Rutinitas kami saat sore hari adalah belajar. Entah mengerjakan PR dari sekolah, atau mengaji, itu semua mama yang mengurus kami. Tapi setelah pekerjaan kami selesai, ada sedikit waktu tersisa untuk melihat televisi sebelum adzan magrib dikumandangkan. Tanpa ada kata Bermaindi luar rumah.

Kami tidak pernah bermain selain hari Sabtu dan Minggu. Pernah sesekali saat hujan, aku disuruh membeli bumbu masak di warung tetangga dekat rumah. Sambari memakai payung, pergilah aku menuju warung itu. Kebetulan, jalan ke warung tersebut melewati rumah teman bermainku. Terlihat sangat ramai disana, ternyata banyak anak berkumpul untuk meneduhkan baju mereka agar tidak terkena hujan deras yang tiba-tiba mengguyur.

Mereka memanggil, “Than ! kesini, ayo kita main !.”

Melihat ramainya anak didalam rumah itu, kurasa seru. Akhirnya aku terpengaruh untuk bermain sebentar. Menghiraukan perintah sebelumnya sambari membatin “sebentar saja, pingin lihat mainan”. Tapi biasanya anak umur 7 tahun setelah bermain, dia akan lupa dengan tugas atau hal yang harus dikerjakan. Bermainlah aku seolah-olah tidak ada beban yang harus ditanggung. Tidak lama kemudian, mereka mengajakku untuk bermain hujan. Disebabkan aku tidak pernah sekalipun main hujan, tak ada jangkauan panjang yang terlintas difikiranku. Merasa kebebasan sudah ada di depan mata, langsung kuterjang derasnya hujan dan kencangnya angin.

Banjir warna coklat bercampur tanah mulai mengalir. Kebahagiaan anak kecil bukanlah soal yang rumit. Terkadang hal remehpun bisa menghibur mereka. Semisal, hentakan kaki yang menimbulkan percikan air, lalu terkena teman mungkin ? haha iya, itu ulahku. Orang jawa biasa mengutarakannya dengan istilah “Keceh”.

 “Assalamualaikum ?...” terdengar ucapan sedikit lantang ditengah asyiknya kita bermain.

Semua pandangan anak tertuju pada seseorang yang berdiri di depan pintu gerbang rumah temanku. Terlihat wanita dewasa kisaran 30 tahun menengok kedalam rumah sambil membawa payung terbuka diatasnya. Pandangan wanita itu terlihat seperti meneliti satu persatu wajah dari kami yang sedang bermain. Sampailah penglihatannya di arahku.

Lihat selengkapnya