Anak Desa

Nicanser
Chapter #4

Demo

Aku refleks berdiri dari kursiku menahan pergerakan Bastian yang menarik kerak baju Sasi begitu pun di susul teman perempuan kami yang menjauhkan Sasi dari laki-laki itu.

Namun, Sasi tidak juga menghentikan amarahnya dia terus mencaci Bastian. Laki-laki dengan kepala botak itu sangat geram dan ingin melawannya.

Saat aku tidak bisa lagi menahan Bastian aku langsung berteriak frustasi.

"Hentikan!"

Mereka jadi terdiam sejenak sampai wali kelas datang membawa mereka.

Dua kejadian yang aku alami membuatku takut dengan tempat tinggalku sendiri, karenanya banyak yang berdampak seperti pada kedua teman kelasku. Dulu kami masih berteman dengan Sasi_gadis ceria yang selalu membawa tawa, tapi semenjak kedatangan orang-orang luar, saat itu senyumnya berubah menjadi kesedihan. Begitu pun dengan Bastian, yang aku tahu dia tidak seperti itu, mungkin karena masalah ekonomi keluarganya yang menurun drastis, membuat dia jadi melampiaskan kekesalannya pada Sasi.

"Kira-kira mereka di hukum melakukan apa ya?" Lagi-lagi Galih kembali mengajakku berbicara. Aku ingin sekali meladeninya tapi aku tidak punya kekuatan untuk menyaut.

Beberapa dari kelas sebelah juga mulai memenuhi kelas kami, mereka mungkin datang karena berita itu. Kelas jadi ramai dibuat oleh mereka.

"Eh, aku tadi menguping di ruang guru, katanya Sasi pindah sekolah, mamanya marah. Bastian sampai di tampar." Tidak lupa informasi yang kudapatkan dari kedatangan Satya_dari kelas sebelah.

"Gimana dengan mamak Bass? Yang aku tahu mamak Bass itu galak, kau yakin mereka gak baku hantam?" lanjut Galih ikut dengan percakapan itu setelah perhatianku teralihkan.

"Aku gak liat mamak Bass..." ucapnya mulai memelan sambil setengah berpikir.

"Tapi gak hanya itu beritanya! Guru-guru banyak yang keluar, katanya mau kerja di perusahaan! Makanya tadi mereka gak di sidang di ruang BK malah di ruang guru." Perkataan Satya malah membuatku jadi teringat Asa. Bagaimana dengan nasip kakak perempuan ku itu?

***

Sesampainya di rumah, listrik belum kembali menyala. Aku akan hilang informasi tentang Asa kalau sampai ponsel ku lobet. Aku berpikir keras hingga setelah berganti pakaian aku bergegas keluar rumah untuk menumpang cas kepada tetangga yang menggunakan genset. Namun, saat hendak keluar rumah beberapa warga berlarian. Aku yang penasaran pun mengikuti mereka hingga orang-orang itu berhenti di balai desa.

"Desa kita harus bangkit! Kalau kalian pilih saya? Saya yakin desa kita tidak akan mati lampu lagi!" Seseorang yang ada di atas panggung berseru nyaring membuat yang datang menonton jadi berseru semangat mengangkat tangan.

"Hey kau Issa, jangan lupa pilih kakak ku ya?" sahut Rohan yang tiba-tiba sudah ada di sampingku.

"Kakak kau mencalonkan diri jadi kepala desa?" tanyaku memastikan, aku rada tidak percaya, apalagi melihat perawakan kakak Rohan bernama Roban seperti preman pasar yang urakan, bagaimana nanti dia mengurus desa? Kalau dirinya saja tidak di rawat?

Lihat selengkapnya