Aku dibaringkan di atas sofa setelah sampai di rumah. Hanya ada kami berdua disana tidak ada Asa yang menyambutku dengan teriakan.
"Kita gak ke puskesmas aja, Sa?" Aku menggeleng lemah. Aku tidak kuat hanya untuk mengangkat badanku.
"Aku hanya butuh istirahat, kau pulang lah, nanti papamu cari." Ata tidak bisa mengelak dengan kenyataan itu. Dia pun berpamitan pergi meninggalkan aku sendirian.
Aku sempat merogoh ponselku untuk menghubungi Asa, tapi gadis menyebalkan itu malah tidak aktif. Saat hendak bangkit berdiri menuju kamar, suara ketukan pintu terdengar. Aku pergi dengan malas dan menemui tamu itu.
"Maaf, apa kau adik kak Asa yang bernama Issa?" tanya gadis bermata sipit, berkulit putih, badanya kecil dan gemulai. Senyumnya sangat manis sampai membuatku beberapa detik menatapnya.
"Issa?" Aku terkejut dan gelagapan mendapatkan sapaan halus darinya.
"Iya saya sendiri, ada apa?" Padahal tubuhku sedang lemah tapi kini badanku seperti segar kembali.
Gadis yang menggunakan bahasa Indonesia yang tidak terlalu fasih itu memberikanku sebuah plastik yang berwarna hitam. Aku mengambilnya dan meneliti isinya, didalam kantongan itu hanya ada selembar kertas yang banyak.
"Itu Surat keterangan sakit, kak Asa bekerjasama dengan dokter Tao, kalau begitu aku pamit dulu."
Asa memang tidak main-main kalau mencari pekerjaan, yang aku tahu SKS itu sangat mahal untuk karyawan perusahaan, mereka sangat membutuhkan, apalagi SKS sangat langkah dan harus berkunjung ke puskesmas yang jaraknya cukup jauh. Untungnya Asa mengambil pekerjaan itu, memudahkan karyawan perusahaan dan dia mendapatkan keuntungan. Tapi untuk memegang SKS tidak sembarang orang, apa yang dia lakukan sampai bisa diberikan kepercayaan?
Tanpa sadar aku melupakan sosok gadis cantik tadi, dia sudah menghilang di depan mataku. Aku bahkan belum menanyakan namanya. Namun sedetik aku tersadar, kenapa aku harus naksir sama orang luar? Meskipun mereka sangat cantik tapi aku harus tetap konsisten membenci mereka, titik!
Hari mulai menjelang malam, Asa pulang membawakanku makanan dan meletakkannya di piring, aku ikut duduk di depannya dengan hati-hati, agar gelagatku tidak mencurigakan.
"Oy, Sa!" Gadis berambut pendek itu melihatku sekilas dan kembali berdiri mengambil gelas dan peralatan makan lainnya.
"Tadi ada yang antar SKS," ujarku dan meletakkan kantong plastik itu di atas meja.
"Akhirnya datang!" Dia terlihat senang dan meniliti isinya.
"Kita akan mendapatkan bonus dari ini, kau yang sabar ya, setelah mendapatkan cukup banyak uang, aku akan membelikanmu banyak makanan enak!"
Tanpa makanan enak pun aku juga sudah mendapatkan makanan gratis sama Rohan. Tapi tidak mungkin aku mengatakan itu padanya, yang ia tahu kami sangat krisis ekonomi sampai tidak bisa membelikan makanan lebih.
"Oyah Sa, tadi siapa yang antar? Kau yang menyuruhnya?" Asa kembali duduk, sambil mengerutkan jidatnya seperti berpikir.
"Oh si Mao? anak dari temanku yang bernama Tao."