Esoknya aku pergi sekolah, tidak ada lagi keributan demo di luar, suasana kelas damai sentosa. Tapi karena saking tenangnya, perasaanku jadi tidak enak, seperti hal besar akan terjadi. Tepat suara bel istirahat berbunyi, saat itulah semua orang mengerumuni mejaku.
"Beneran Sa, kau suka Melati?"
"Melati udah tahu perasaanmu, belom?"
"Besok kayaknya menikah, Sa!"
"Kau gak mau pamitan sama melati?"
"Apa yang kau suka dari Malati, Sa?"
"Aku jarang melihat kalian berdua bersama,Sa!"
"Sabar ya, Sa. Pasti Melati akan dapat karmanya!"
Semuanya membahas Melati, aku tidak tahu alasan kenapa Ata melakukan itu padaku.
"Hey bubar! Kalian dapat informasi itu dari mana, sih?!" teriak orang yang ingin kuhajar itu. Dia membela kerumunan untuk sampai di kursiku.
"Dari rombongan Rohan," celetuk salah satu dari mereka.
Aku dan Ata saling pandang, wajahnya memperlihatkan raut wajah bersalah, sampai teriakan seseorang mengalihkan perhatian kami.
"Melati datang, woi!"
Mendengar itu, semua anak sekolah membuka jalan untuk gadis yang aku tidak suka sama sekali. Dia menghampiriku dengan senyum yang selalu dia tunjukkan pada semua orang.
"Bisa kita bicara, Sa?" tanyanya lembut. Bukanya menjawab aku malah melihat reaksi si pengecut itu yang menganga.
"Sebentar saja," lanjutnya terdengar memohon. Aku beranjak dari kursi, dan menendang barang yang menghalangi jalanku seperti meja, sapu dan lainnya, hingga teman kelas mau tak mau mundur dari jalan mempersilahkan aku untuk keluar kelas menuju taman belakang yang sepi.
Melati dengan rambut terurai itu mengekorku hingga sampai di samping. "Apa yang ingin kau bicarakan?" ucapku to the point.