Anak Desa

Nicanser
Chapter #12

Belajar kelompok

Hari libur sekolah aku habiskan pergi bersama Ata di pantai. Pekerjaan kedua kami adalah memancing, selain karena harga makanan mahal kami juga mengirit pengeluaran. Saat kami mulai mempersiapkan pancingan diatas perahu, Rohan datang membawa poster.

"Dari tadi aku cariin ternyata kalian disini! Untung saja Kak Asa mau memberitahu." Lelaki berperawakan besar itu terbaring lelah di pasir. Napasnya ngos-ngosan padahal jarak ke rumahku dengan pantai hanya melewati jalan raya saja.

"Kenapa? Dari tadi malam kan udah ku beritahu saat pulang antar Ratno dari puskesmas."

Dia tengah berpikir dan kemudian hanya bisa terkekeh melihat Ata. "Ya maaf lah aku lupa, oh ya ini poster dari perusahaan."

Aku mengambil alih poster itu dan melihat informasi mengenai kampus baru yang dibuat oleh perusahaan.

"Dia buat kampus kayak mau ngambil alih aja semuanya, berasa kita kayak numpang tempat tinggal sekarang."

Ata terkekeh mendengar ucapanku. "Sa, sa. Kau benci banget sama mereka, ya?"

Aku membuang poster itu dan kembali mengambil pancing dan meletakkannya diperahu.

"Gak benci juga, cuman kayak rese banget dengar kemajuan mereka sama tempat tinggal kita."

Aku mendorong perahu dan mulai menaikinya. Ata naik dan kami meninggalkan Rohan yang masih berada di tepi pantai.

"Dari pada nunggu desa, kek gak ada kemajuan. Kepala desanya aja yang kaya. Dikasi dana sama pemerintah malah dipakai sendiri."

Aku tidak berkomentar dalam hati aku menyetujuinya. Aku mulai mengeluarkan dayung dan mulai mengayuh perahu itu ke tengah laut.

Sepanjang mendayung aku hanya menemukan minyak yang mulai bercampur dengan air. "Sial, air udah terkontaminasi."

"Jangankan air laut, udara aja udah bau busuk," tambah Ata melihat ke arah pabrik yang berada di tepi pantai sebelah kanan.

"Gerah banget tinggal disini, pengen banget tinggal dibangian pegunungan yang masih segar dan subur." Aku mulai berhenti mendayung dan mengeluarkan pancingku.

"Cita-citamu sederhana sekali tapi kayak mustahil tercapai!" Ata tertawa terbahak-bahak hingga membuat kapal goyang.

Aku berdecak kesal dan refleks memegang samping kapal. "Aku gak bilang cita-cita ya!"

"Masasi? Udah pasti cita-cita, kau gak mungkin tinggal disana sendiri, kan? Pasti ngajak istri dan anakmu suatu hari nanti."

Lihat selengkapnya