Anak Desa

Nicanser
Chapter #19

Trend

Kelas tiba-tiba ramai dipenuhi kelas lain. Aku yang baru sampai sudah berdesak-desakan dengan murid lain. Sampai bokongku mendarat di kursi saja sudah tergeser karena kursiku sempat ditendang.

"Ini ngapa pada ngumpul disini? Ga ada kerjaan banget!" ucapku pada Galih yang fokus pada baju yang ia pegang.

"Coba liat! Bagus, kan?" Katanya pada baju yang bertuliskan I love you China.

"Ini lagi satu lain yang ditanya lain yang dijawab!"

Galih mengembuskan napas pelan. Lalu melipatnya bajunya dengan hati-hati.

"Si Mao lagi jualan barang dari China makanya mereka pada ngumpul, terus di tambah dia mau jadi jastip, kalau entar pulang mereka bisa pesan."

"Jadi baju itu beli sama dia?" Galih mengangguk menjawab.

"Ini Bastian gak murka liat kayak ginian?" 

"Untungnya dia gak datang hari ini." Ingin sekali aku menoyor kepala Galih. Dia berbicara sangat gamblang.

"Woi bubar! Sebelum kulaporin guru!" teriakku sambil melempar kursiku. 

Seisi kelas hening dan keluar satu per satu. Mao menatapku dengan tatapan bingung sedangkan aku menatapnya dengan penuh amarah.

Aku tidak suka semua hal tentang orang-orang luar, mereka seperti akan mengganti semua isi desaku.

***

Saat masuk guru bahasa Indonesia yang bernama ibu hayati memberikan kami tugas yaitu dengan judul "mau jadi apa di masa mendatang" itu sama halnya dengan cita-cita tapi cita-cita adalah hal mustahil terwujud jadi ibu hayati ingin kami melihat lurus ke alam realita, dimana semua kejadian, peristiwa yang kami alami sesuai dengan yang terjadi di masa depan. Tidak sepenuhnya spesifik hanya menebak tapi tidak berlebihan dan tidak membuat diri kita berharap lebih.

Seisi kelas banyak yang ber argumen kalau mereka akan menjadi ibu rumah tangga, karena mereka yakin setelah menikah mereka tidak akan berkerja, yang berbicara begitu kebanyakan adalah perempuan sedangkan laki-laki banyak menjawab akan berkerja di perusahaan, sudah pasti jalan terakhir mereka itu selain gajinya tinggi mereka hanya akan berotasi di lingkungan desa dan tidak ada yang memilih merantau di luar, karena orang dari berbagai desa tetangga pun banyak berbondong-bondong masuk ke desa kami, itu sama saja membuang kesempatan yang ada.

Miris sekali dengan harapan bangsa era kami, meskipun memiliki hoby yang sama dengan cita-cita tapi mereka harus bangun dari mimpi indah itu. Ekonomi yang tidak mendukung, kepercayaan diri yang rendah, pemikiran yang stuk_tidak mau maju. Aku takut begitu saja. Tidak ada yang spesial. Aku takut aku hanya membuang hidupku dengan menjadi budak.

Pertanyaan sesimpel itu pun jadi terasa sulit. Aku memilih tidak menjawab, karena aku yakin aku bisa mengubah masa depanku meskipun itu 100 : 1. Sampai pelajaran itu berakhir seisi kelas kembali ke mode suara pasar.

Lihat selengkapnya