Anak Desa

Nicanser
Chapter #22

Buaya

Perasaanku jadi tidak karuan karena sebentar lagi pelajaran bahasa Mandarin akan di mulai. Kemarin sibuk kerja bakti aku jadi lupa mengerjakan PR, ditambah capek dan langsung cepat tidur saat kepalaku menyentuh bantal.

"Udah ngerjain PR, belom?" tanya Galih mengejekku. Aku tidak menjawab dan hanya mengorek telingaku, seakan itu hanya angin lalu. Mataku hanya fokus pada buku yang ada di depanku sekarang.

"Doain aja dia lagi ada masalah, biar gak bisa datang!" Galih masih saja menyahut meskipun aku tidak meladeninya. Tapi dalam hati, aku melakukan apa yang dia sarankan.

"Woi! Ada berita!" teriak Ata heboh menghampiri kelas kami.

Aku yang sudah tahu kelakuan laki-laki pendek itu tidak memperdulikannya, keisengannya memang sering terjadi di setiap kelas, dan kini giliran kami.

"Gak usah diladeni, gajelas dia!" teriak Galih yang sudah hapal kelakuan Ata.

"Anjirlah! Gak boong! Katanya di pantai udah ada buaya!" ucapnya terdengar serius. Kelas jadi hening sejenak sampai Galih membuka suara.

"Tau darimana?"

"Tadi aku nguping di kantor, katanya ibu guru cina izin gak masuk mengajar karena masih trauma, soalnya kemarin beliau diajakin naik perahu dan malah liat buaya gede!"

Kelas mulai kembali riuh dengan berita itu. Ada yang syok dan tak percaya, apalagi desa kami sudah lama tidak ada berita buaya.

Galih mengalihkan wajahnya padaku sambil berbisik, "Yang tadi aku omongin cuman bercanda, kau gak do'a juga, kan?"

"Terlanjur," jawabku merasa bersalah.

Galih menatapku tidak percaya lalu memutar badannya secara perlahan.

Informasi yang dibawa Ata benar adanya, Ibu guru cina tidak datang dan itu menjadi jam kosong kami. Kelas bubar dan murid lainnya memilih tujuan mereka masing-masing. Sedangkan aku, Galih dan Ata seperti biasa pergi ke belakang sekolah untuk nongkrong.

"Itu karena perusahaan, kan?" tanya Galih membuka percakapan sambil mengunting kukunya.

"Ya apa lagi, awalnya kan tu buaya di rumorkan hanya ada di balik gunung letaknya di sungai, kalau sampai di pantai berarti mereka membongkar sarangnya," sahutku berpikir realistis.

"Ini bukan saatnya menyalahkan, yang terjadi sudah terjadi, sekarang pikirkan cara gimana si buaya ini bisa pergi dari pantai, kan bisa bahaya kalau ada yang pergi memancing dan mandi-mandi disana." Hanya Ata yang berpikir bagaimana cara mengatasinya.

Galih melihatku setelah selesai mengunting kuku.

"Gara-gara do'a nya Issa, nih!"

Aku membuang muka, aku memang berdo'a dia sakit, tapi aku tidak berdo'a guru itu akan terkena trauma setelah melihat buaya.

"Kau gak baikan sama Bastian, Sa?" tanya Galih tiba-tiba membuat perhatianku teralihkan.

Lihat selengkapnya