"Sa, jangan ke pantai memancing, ya? Udah denger kan, di pantai ada buayanya?" Asa mulai memperingati ku saat kamu duduk di meja makan. Aku tidak menyahut, hanya fokus ke makananku saja.
"Gak hanya buaya kayaknya, di rumah kita saja sudah banyak hewan lain yang pindah, seperti tikus, kepiting kecil, siput, kupu-kupu, Toke bahkan sudah menetas telurnya," ujarnya jijik saat melihat anak tokek itu baru saja melintas di depan kami.
"Itu karna kak Asa gak bersih_bersihin rumah. Makanya mereka banyak pada masuk."
Asa langsung memukul kepalaku dengan sendok nasi. "Kau seharusnya bantuin! Malah pergi bermain mulu sama Ata!"
"Udah gede juga ngapain dikurung di rumah," sanggahku.
"Membantah lagi ku hancurkan pala kau!" teriaknya, setelah itu kembali fokus dengan ponselnya. Mulutnya komat-kamit membaca dengan nasi yang masih berada di mulutnya.
"Diajarin makan dulu baru main hape, eh malah dia yang terapin, aneh!"
"Ini juga untuk masa depan kita tau! Aku lagi ngapalin bahasa cina untuk persiapan kerja disana."
Kepalaku maju beberapa senti untuk mengintip yang ia baca di ponselnya. Disana tertera hasil foto buku yang bertuliskan bahasa cina beserta artinya.
"Gak hanya di sekolah belajar gitu ternyata di perusahaan juga disuruh belajar."
"Kau pikir cara mereka berkomunikasi dengan kita gimana? Pakai bahasa isyarat?!"
"Ya belajar bahasa kita lah, kan mereka yang datang kemari." Aku meneguk habis air minum itu lalu mengangkat piring kotorku ke belakang.
"Gak melulu tau! Mereka kan bosnya berarti kita sebagai karyawannya harus belajar bahasa mereka juga, lagian mereka ngomongnya juga pakai jubir (juru bicara)."
Aku ber o riah tanpa menyahut. Tanganku dengan cepat mencuci piring kotorku agar Asa tidak mengomel.
"Kau gak mau jadi jubir, Sa? Aku dengar-dengar gajinya tinggi loh!"
Aku kembali duduk setelah menyelesaikan mencuci. "Berapaan emang?"