Hidup kadang seperti itu-itu saja, aku bosan menjalaninya, di tambah rencana untuk menjadi ketua OSIS yang tiada habisnya tapi penat itu hilang saat tak sengaja bersitatap dengan gadis bermata sipit dengan kulit wajah yang putih. Dunia jadi berubah filter, yang tadinya semu kini mengganti penuh bunga dan berwarna pink merona, seakan cahaya matahari hanya bersinar padanya.
Namun semua itu sirna saat seniorku kak Arif menghalangi pandanganku.
"Maaf semuanya! Ruangan aula akan segera di pakai!" Teriaknya dan menyenggol bahuku yang saat itu berdiri di depan pintu yang hendak keluar.
Pintu Aula dibuka lebar-lebar. Membuat cahaya matahari menyinari seisi aula. Galih yang masih sibuk kejar-kejaran kini terhenti dan menatap heran.
"Gak usah kak, kami bisa pakai ruangan lain," ujar Mao, sepertinya dia merasa bersalah.
"Tidak apa-apa Mao, Issa kan belum menjadi ketua OSIS, jadi dia belum berhak menempati ruangan ini." Senior itu jadi terdengar menyebalkan.
"Kalian gak denger? Ayo keluar!" Teriakku saat Mao hendak ingin bicara. Dia terlihat kaget dan was-was mendengar volume suaraku yang sudah mencapai 10 oktaf.
Ata, Galih dan anak buah Rohan menurut, satu per satu mereka keluar. Saat aku ingin melewati pintu Mao menahan tanganku.
"Kau tidak perlu pergi, aku akan pergi!"
"Lepas!" Tanpa sengaja Mao terjatuh ke lantai dan disaksikan oleh semua orang.
Kak Arif murka dan langsung melempar pukulannya di bibirku.
"Woi apa-apaan ini!" Ata berteriak histeris saat ku terkapar. Mereka berbondong-bondong memukul Arif. Anggota Mao yang separuh laki-laki tidak tinggal diam mereka juga membantu Arif melawan anggotaku.
Hingga akhirnya kami berakhir di ruang BK.
Pak guru sudah mengingatkanku untuk tidak membuat kesalahan lagi, tapi aku melanggar. Tapi setelah mendengar pengakuan dari anggotaku dia jadi berubah pikiran. Jadi seperti biasa aku dan anggotaku diberi hukuman membersihkan semua toilet sekolah sedangkan Kak Arif di skors dan anggotanya disuruh lari lapangan.
"Udah peringatan ke dua nih, Sa. Kalau lebih udah di skor kali," sahur Ata yang sedang membersihkan cermin toilet.
Galih yang sedang menyikat WC hanya bisa terkekeh. Sedangkan aku yang mengepel lantai hanya diam.
"Kalau di perusahaan itu diberikan sp, kalau sampai 3 kali bakal di phk terus gajinya di potong, mulai sekarang belajar sabar memang Sa, dunia sekolah gak sama dengan dunia kerja."
Bukan Ata namanya kalau tidak berceramah. Padahal dia sendiri tidak berkaca sudah masuk ruang BK ribuan kali.
"Tau darimana, Ta?" Galih ikut bertanya.
"Omku cerita, kan dia tinggal di mess."
"Mess itu kayak kosnya perusahaan, kan?"
Aku diam-diam menyimak saat mereka membahas Mess, aku jadi teringat itu adalah tempat tinggal ayahku sekarang.
"Mess itu kayak asrama, diberi makan dan tempat tinggal. Tapi minusnya berisik! Satu kamar aja ada 8 orang."