Kami tidak jadi ke Mess dan malah bertemu dengan Pak Anca di jalan saat sedang nongkrong di warung kopi. Disana dia mengajak kami untuk bergabung agar bisa dimintai tolong untuk ikut berpartisipasi membersihkan desa.
"Bapak gak kerja di perusahaan lagi, kah? Kata bapakku katanya kerja disana," sahut Ata yang mulai ikut menyeruput kopi persis bapak-bapak.
Aku dan Galih yang diam menyimak sambil sesekali mengambil pisang goreng.
"Udah keluar, tekanan disana berat bapak capek mau istirahat aja bersihin desa," ujarnya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Tekanan gimana pak? Aku rencana mau kerja disana." Aku langsung menyahut kalau soal perusahaan.
"Ya... pekerjaan yang belum selesai malah udah ganti, salah sedikit udah di bentak, gak denger dikit udah disuruh ke puskesmas untuk periksa, gak hanya itu lingkungan kerja toxic gak nyaman banget, itu menurut bapak aja, gak tau dengan yang lain." Pak Anca berbicara seperti itu sambil berkaca untuk mencukur brewoknya.
"Untuk menghindari lingkungan toxic caranya seperti apa pak?" Kali ini Galih yang penasaran.
"Intinya jangan baper, jangan suka cari muka karena resiko dimusuhi satu tim. Pokoknya waktu kerja kita kerja, waktu istirahat kita istirahat juga, jangan cari pekerjaan sendiri supaya diliat cina, baru waktu pulang kita pulang juga, Jangan curhat sama teman, jangan bicara berlebihan sama teman, Intinya kau harus terlihat bodoh. Walaupun itu orang yang kau percayai atau keliatan baik, selagi rekan kerja jangan kau bocorin rahasiamu. Jangan juga suka pamer atau pinjam uang teman, karna itu akan menjadi pemutus tali silaturahmi."
Aku, Ata dan Galih yang sudah berteman hanya bisa saling melihat satu sama lain. Disekolah kami memang akrab tapi aku tidak tahu bagaimana saat masuk dunia kerja nanti.
"Bapak kuat juga ya," sahut Galih.
"Seperti itu sudah biasa, bapak sudah lewati 2 tahun, bapak udah tau karakter orang."
"Itu loh kakak Bastian yang kemarin baru diterima, sampai demo di perusahaan, disekarang mau keluar, katanya gak sanggup kerja disana, dia bilang juga gak cocok, kena marah mulu." Ata mulai bergosip sambil bicara bisik-bisik.
"Tau dari mana?" tanya Galih penasaran.
"Kau macam gak tau aja tongkrongan Ata banyak," sambungku.
"Emang harus yang kuat mental itu masuk perusahaan, apalagi atasannya ini orang cina yang keras." Pak Anca menoleh pada kami dengan wajah serius.