Anak Desa

Nicanser
Chapter #29

Ke gunung

Meskipun nasib mu tidak sesuai dengan yang kau harapkan, kau tetap harus menjalaninya. Kata itu yang pernah ayahku katakan padaku. Jadi saat surat itu diberikan, aku harus siap untuk pergi ke gunung sebagai bentuk calon ketua OSIS yang menjalankan visi dan misinya untuk melestarikan lingkungan.

Namun mirisnya saat mentalku sudah siap, hanya sendiriku yang ketinggalan Informasi. Semua teman sekelas membawa tas besar beserta alat-alat persiapan masak. Hanya aku yang bermodalkan pakaian satu badan tanpa membawa apa-apa. Aku pikir datang ke sana hanya sebentar dan akan pulang begitu saja ternyata bermalam dan esoknya baru kembali.

"Gininih kalau orang bloon yang bolos, semuanya gak ditau," sindir Ata, dia melewatiku begitu saja sambil memakai kaca mata hitamnya. Aku sampai di buat menga-nga.

Galih yang membawa dua tas kesusahan membawanya langsung menghampiriku.

"Ini bawa tasku aja biar keliatan bawa barang," ucapnya sambil menyusul Ata. Padahal hanya satu hari tapi dia membawa barang seakan mau pindah kesana.

Kami di kumpulkan lapangan sambil di absen satu per satu, setelah dipastikan tidak ada yang ketinggalan dan barang bawaan sudah lengkap baru kami di lepas. Kami juga hanya dipercayakan pada ketua OSIS beserta anggotanya.

Kami keluar sekolah sesuai barisan. Itu pun kami jalan kaki karena jarak ke gunung tidak begitu jauh. Kami hanya melewati jalan raya, masuk ke lorong, melewati lingkungan perusahaan, masuk ke kawasan hutan dan sampai ke sana.

Dalam perjalanan juga banyak teman yang menikmatinya seakan pergi berwisata, mereka bercerita, ada juga yang makan dan minum, aku dan kedua temanku hanya diam mendengarkan orang di belakang dan di depan kami bergosip, hingga kami sampai di lingkungan perusahaan, disana ada blok jalan di samping kiri. Mereka membuat tenda sambil berbicara pakai toa. Awalnya orang-orang perusahaan hanya melewatinya begitu saja tidak ada yang peduli sampai seorang wanita dewasa mendatangi orang itu dengan wajah yang cukup menakutkankan.

"Kalian ngapain sih kek gini? Ini sama saja kalian menghalangi rejeki orang-orang yang lagi kerja!"

Serentak satu barisan kami langsung berhenti berjalan, kami seperti mendapat tontonan seru. Walik kelas langsung menyuruh kami kembali berjalan bahkan lebih cepat dari sebelumnya. Mungkin dia takut kami akan terlibat, apalagi kami adalah tanggung jawab mereka.

Aku tidak mendengar lagi perdebatan mereka, suaranya samar saat kami sudah memasuki kawasan hutan. Aura dingin mulai menyambut kami. Aku hanya memakai lengan pendek refleks mengusap kedua lenganku.

"Ada jeket di tasku, Sa. Ambil aja!" seru Galih, bibirnya sampai bergetar berbicara seperti itu saking dinginnya. Ternyata ada gunanya juga aku membawakan ranselnya.

"Mungkin akan segera turun hujan, jadi langkah kalian harus di percepat jika sampai gua tanpa kebasahan!" seru ketua OSIS.

Kami melaksanakan apa yang diperintahkan, bahkan sampai lari, hingga suara rintihan seseorang membuatku menoleh. Dia adalah Mao. Langkah ku terhenti dan langsung berbalik menghampirinya.

Lihat selengkapnya