Aku merasa sangat keterlaluan pada gadis itu, tapi mau bagaimana lagi, dari pada dituduh ini dan itu sama teman-teman mending terlihat menjengkelkan.
"Sa? Jadi bagaimana?" tanya Kak Rendra membuyarkan lamunanku.
Aku tersadar sekarang berada di ruang rapat kandidat ketua OSIS, dan bodohnya aku menghayal karena memikirkan gadis itu.
Aku terdiam mematung dengan mata yang semua tertuju padaku termasuk Galih yang saat itu akan menjadi wakilku.
"Kenapa?" bisiknya.
"Aku izin ke UKS, badanku kayaknya masih kurang sehat," ujarku akhirnya.
Kak Rendra mengangguk, mengingat aku yang kemarin sakit tidak mengikuti program bersih-bersih itu.
Aku diizinkan pergi ke UKS, dan Galih mengantikan ku mengikuti rapat itu. Aku sempat bersitatap dengan Mao yang matanya masih kelihatan sembab, dia membuang muka dan akupun melanjutkan langkahku.
Sesampainya di UKS, disana sudah ada dokter Tao yang bertugas. Aku baru melihatnya lagi setelah sekian lama tidak hadir. Aku menunduk memberi salam sebentar setelah itu membaringkan diri di atas kasur.
"Kau masih demam, Sa?" tanya Dokter Tao di balik tirai.
"Eh iya kayaknya dok," jawabku sesopan mungkin.
"Kemarin aku dengar kalau kau yang nolongin Mao, terimakasih ya."
"I-iya tidak apa-apa." Karena merasa sungkan aku beralih duduk sambil membuka tirai.
Dokter Tao datang di sampingku dan langsung memeriksa suhu tubuhku pakai benda yang berbentuk pistol.
"Gak terlalu demam, mungkin badanmu yang masih butuh istirahat."
Yah, ketahuan deh. Kalau aku berbohong. Padahal aku hanya ingin menghindar dari Mao saja.