Setelah mengganti seragam sekolah, aku diam-diam kabur ke rumah Rohan, kalau sampai bertahan di rumah itu Asa pasti tidak akan berhenti membahasnya.
Setelah lari ngos-ngosan, aku sampai di teras rumah laki-laki itu yang terbuat dari rotan. Dia duduk bersama Ata sambil sesekali minum kopi pahit seperti bapak-bapak yang sedang ronda.
"Kenapa kau, Sa?" tanya Rohan bingung. Aku tidak membalasnya dan malah mengambil alih kopinya yang tergeletak di depannya dan meneguknya sampai habis.
"Oh... Aku tahu ni, pasti ulah Kak Asa," ujarnya di anggukan mengerti oleh Rohan.
Aku beralih duduk sambil mengatur napasku yang hampir habis.
"Capek banget tinggal sama perempuan, bawahnya nyerocos terus, gak betah tinggal di rumah sendiri."
Rohan sampai tertawa mendengar itu, mungkin karena dia sudah lebih berpengalaman dengan pacarnya yang sering ribut.
"Kau masih sodara aja gitu, Sa. Gimana dengan istri mu nanti?!" sahut Ata.
Kalau seperti itu aku malah jadi ingin mencari perempuan yang lemah lembut dan tidak galak seperti...
Mao.
"Mending jangan pikirin gitu dah, kalian itu masih muda, jalani aja dulu sampai puas!" Rohan langsung membuyarkan pikiran liarku.
Ata malah gantian tertawa, yang membuatku mengerutkan kening.
"Dia bilang gitu, Sa. Karena pacarnya ngebet nikah bulan ini!"
Aku syok mendengarnya, tapi diiringi dengan tawa yang puas.
"Jangankan nikah, aku masih belajar bahasa cina aja sulit, apalagi gitu!"
"Jangan kau samain hubungan dengan pekerjaan, lah!" goda Ata.
Mataku beralih pada buku kecil yang ada ditangan Rohan, disana juga tertulis cara baca bahasa cina beserta artinya.
"Di sana belajar juga, ya?" tanyaku dan mengambil alih note book itu.
Kai shui - Buka Air
Guan shuit - Tutup Air
Chu ca - skimming
Chu tie - tapping
Cong Dian hao - daya yang didapat
Pen pan Dian hao - jumlah data konsumsi