Tanpa rasa bersalah dia pergi meninggalkanku. Harusnya aku tidak meladeninya kalau tahu dia akan pergi, seharusnya aku tidak perlu berusaha payah ikut OSIS, melakukan semua hal untuk mengalahkannya. Dari semua itu rasanya sangat sakit tepatnya dibagian jantungku. Aku berusaha baik-baik saja, tersenyum sampai mobil mereka menjauh tanpa memperdulikan perasaanku tapi dari semua itu mengalihkan rasa itu jauh lebih sakit.
"Kau kenapa?" tanya Asa heran melihatku hanya tertunduk.
Dia merampas note book yang tanpa ku sadari ku bawa dari tadi dari tempat Rohan.
"Kau dapat itu darimana? Boleh ku pinjam?" ujarnya dan aku dengan secepat kilat megambil kembali benda itu dari tangannya.
"Ini punya Rohan," jawabku dan berlalu pergi.
Air mataku tiba-tiba jatuh saat aku baru saja menduduki kursi di kamar, di depanku ada meja dan tergeletak buku cerpen yang berisikan tentang dia. Harusnya aku tidak menyimpan kenangan dalam sebuah tulisan, karena itu akan terus abadi selamanya.
Harusnya dia tidak pergi tiba-tiba, sehingga aku punya banyak waktu untuk memperbaiki sikap kasarku padanya. Dia selalu membuat ku menjadi orang jahat di novel kehidupan ku sendiri.
Esoknya aku masuk sekolah dengan keadaan malas, semua orang membicarakan kepindahan gadis itu, semua orang menyayanginya, dia punya banyak kawan yang ia sakiti. Aku tidak perlu lagi merasa bersalah toh dia hanya menganggap ku hanya angin lewat dalam hidupnya.
"Katanya Mao pindah, karena mau temani ibunya kerja ditempat lain," ujar Galih menghampiri kursinya dan beralih menatapku dengan wajah sedih.
"Oh," jawabku datar.
"Kau gak sedih?" tanyanya curiga.
"Buat?"
Galih sampai menutup mulutnya saking kagetnya dengan ucapanku