Begitulah mereka.
Dua manusia yang merasa saling melengkapi, tapi sama-sama rapuh.
Yang sedang jatuh cinta, tapi lupa arah.
Yang sedang membangun rumah, tapi dengan fondasi dari debu harapan dan dinding dari janji-janji rapuh.
Mereka lupa pada norma.
Lupa pada waktu. Lupa pada kenyataan. Karena cinta, kadang bukan soal benar atau salah.
Tapi soal siapa yang lebih dulu menyerah pada luka.
Ibuku mencintainya sepenuh jiwa.
Bahkan ketika dunia mengatainya bodoh.
Dan Galih…
entah mencintai, atau hanya pandai menaruh sayang di tempat yang sepi dan tak dijaga.
Pulang ke Rumah yang Tak Lagi Rumah