Anak Eks Tapol

Iwan Rokhim
Chapter #7

Chapter tanpa judul #7

Sekarang kalau hari minggu, aku menjadi pengantar Koran. Karena, kalau hari minggu kebanyakan para pelanggan malas keluar rumah. Untuk itu aku mengalah dengan mengantarkan koran langsung ke rumah pelanggan masing-masing, tentunya dengan harga plus transport. Lumayan untuk tambahan beli bensin. Sedang Agus tetap melayani pembeli yang langsung datang kelapaknya. Justru hari minggu omzet penjualan Agus meningkat 2X lipat.

Dua jam keliling Mojokerto menjadikan aku banyak pengalamam, terutama tahu alamat yang selama ini belum pernah kulewati. Lorong-lorong jalan kecil di kota, bahkan tempat aneka kuliner sudah mulai hafal. Tiba-tiba Halim datang dengan istrinya, kemudian membongkar karpet dari dalam mobilnya. Aku langsung ikut membantunya mengangkat karpet itu.

’’Di bawa ke musholah dan langsung digelar saja, biar tambah nyaman ibadahnya,’’ kata Halim yang langsung melihat gudang yang sekarang jadi musholah.

’’Siap pak,’’ kataku menggelar karpet yang ternyata ukurannya sama dengan luas lantai musholah.

’’Bagaimana lapak temanmu di depan laris?’’ tanya Halim.

’’Alhamdulillah laris Pak, pelangganan Agus waktu jualan di Jalan Mpu Nala sekarang berpindah ke sini,’’ jawabku.

’’Oh begitu rupanya syukurlah, baiklah bapak kembali pulang dulu,’’ kata Halim.

’Inggih bapak,’’ jawabku.

Halim dan istrinya kembali pulang ke rumahnya, suasana kembali lengang. Aku diajari Agus belajar menjadi agen koran, supaya kelak kalau sudah besar bisa menjadi juragan koran. Tapi untuk saat ini aku masih fokus dengan sekolahku dulu.

Akhir-akhir ini aku selalu teringat dengan bapak, meskipun aku belum pernah sekalipun melihat wajahnya. Ingin sekali aku melihat pusaranya, tapi sayangnya tidak ada satupun petunjuk yang bisa mengarah ke sana. Sangat kecil sekali makam itu bisa ditemukan, apalagi bapakku bukanlah seorang tokoh besar. Versi masyarakat bapakku seorang sopir, yang terafiliasi dengan partai terlarang yaitu PKI.

Meskipun aku tak bisa melihat makam bapakku, tapi ibu selalu mengingatkan untuk mengirimkan al Fatehah kepada bapakku setelah sholat. Karena salah satu pahala yang tidak terputus adalah doa dari anak yang soleh.

’’Dil, ibu besok pagi mau ke Kediri, untuk nyekar ke makam kakek dan nenekmu. Boleh ya soalnya lebih dari 15 tahun tidak pernah ke sana?’’ tanya ibu.

’’Boleh bu, tapi Adil gak bisa ikut karena ada kegiatan di sekolah. Kira-kira ibu pulang jam berapa?’’ tanyaku.

’’Tidak sampai dua jam sudah pulang lagi,’’ jawab ibu.

Lihat selengkapnya