Saat aku mau tidur, ibu masih sibuk menghitung bahan-bahan kue itu. Kemudian aku menghampirinya.
’’Ibu mau julan kue lagi?’’ tanyaku.
’’Iya untuk mengisi waktu ibu yang terbuang, tapi hanya memprodusi saja kok,’’ jawab ibu.
’’Terus yang beli siapa Ibu?’’ tanyaku.
’’Bu Rustam yang menampung dan membeli semuanya, jadi kita pusing menjualnya,’’ jawab ibu.
’’Tapi Ibu apa sudah menghitung keuntungannya? Jangan sampai Ibu kerja tapi tidak dapat apa-apa,’’ kataku.
’’Itu sudah ibu pikirkan, mulai dari harga bahan hingga proses pengerjaan serta tenaga ibu. Lalu ibu kalkulasi dengan harga dari bu Rustam, kalau kurang ibu akan minta harga dinaikan,’’ jawab ibu.
Mendengar penjelasan ibu aku langsung mendukungnya, ternyata ibu paham dengan dunia bisnis kue.
Setelah sholat subuh ibu langsung bekerja menyiapkan adonan kue, kemudian mencampur sesuai dengan takaran. Untuk mengaduknya ibu tidak menggunakan blender, tapi dengan adukan manual alatnya seperti seperti kawat spiral. Aku membantu ibu mengaduk adonan karena ini proses yang agak berat, setelah adonan siap ibu langsung mencetak kuwe mawar itu. kemudian memasukkan ke dalam open kecil di atas kompor. Beberapa menit saja aroma sedap kue sudah menyebar ke mana-mana.
’’Coba kamu cicipi Adil, bagaimana rasanya menurutmu?’’ kata ibu.
’’Enak sekali ibu, seperti kue di hari raya,’’ jawabku setelah mencoba kue mawar ini.
’’Alhamdulillah berhasil, kamu benar ini sudah sangat enak,’’ kata ibu sambil makan kue ini.
Namun aku harus meninggalkan ibu kerja sendirian, karena waktunya berangkat sekolah. Aku lalu pamit ibu.
’’Adil berangkat dulu ibu, Assalamu’alaikum,’’ kataku.
’’Wa’alaikumsalam, hati-hati ya,’’ jawab ibu.