Anak Gubernur yang Membelot

Lestiyani
Chapter #1

Bab 1 - Menara Gading

Raviyya tidak pernah benar-benar tidur. Bahkan saat matahari tenggelam di balik bukit pasir dan menara-menara pengawas mulai menyala, kehidupan di dalam rumah Gubernur Altaf tetap berjalan dalam aturan tak tertulis—sunyi, teratur, dan mengintimidasi.


Di balik dinding batu dan kaca anti peluru, Farzin duduk di ruang belajarnya. Meja kayu besar di depannya bersih, hanya ada sebuah buku tua dengan sampul abu-abu yang mulai pudar: Filsafat Politik dan Kebebasan Individual. Ia membacanya diam-diam—buku seperti itu dilarang di sekolah Raviyya, tapi entah bagaimana satu salinannya sampai ke tangannya.


Di luar jendela, taman disinari lampu taman yang terlalu terang. Seorang petugas keamanan berpatroli setiap tujuh menit. Farzin hafal polanya, seperti ia hafal cara berbicara yang benar di meja makan agar tidak dicurigai sedang berpikir terlalu jauh.


Sore itu, ibunya datang. Wanita anggun bergaun panjang krem dengan kerudung sutra. Ia mengetuk ringan pintu yang sudah terbuka.


“Kopermu sudah disiapkan,” katanya lembut. “Kamu berangkat lusa. Geneva, jurusan Hubungan Internasional. Ayahmu sudah bicara dengan Duta Besar.”


Farzin menoleh, menatap ibunya lama-lama. Tak ada rasa bahagia. Tak ada semangat seperti anak lain yang hendak belajar ke luar negeri. Ia tahu, ini bukan hadiah. Ini pelarian. Atau, lebih buruk lagi—penempatan strategis.


**


Di malam terakhirnya di Raviyya, Farzin berdiri di balkon lantai tiga, memandangi kota kelahirannya. Udara gurun kering menusuk. Dari kejauhan, terdengar suara kendaraan lapis baja konvoi melewati pusat kota.


Ia teringat pada pertanyaan yang tak pernah ia ajukan: Untuk apa semua ini? Kekuasaan, ketakutan, dan kebohongan yang diwariskan seperti warisan keluarga?


**

Lihat selengkapnya