Anak Gubernur yang Membelot

Lestiyani
Chapter #2

Bab 2 — Negeri Bernama Kebebasan

Malam-malam di Geneva terasa asing tapi menenangkan. Farzin mulai terbiasa hidup tanpa bayangan ajudan di belakang punggungnya. Ia bisa berjalan kaki ke kampus, membeli kopi di kedai yang sama setiap pagi, dan duduk di perpustakaan hingga larut malam tanpa ada yang menatapnya dengan curiga.


Kebebasan, rupanya, bukan soal kemewahan. Tapi tentang perasaan bahwa tak ada mata yang mengintai.


Di hari keempat sejak kedatangannya, ia duduk di bangku panjang taman kampus, memandangi burung-burung kecil yang melompat di antara ranting, ketika seseorang menyodorkan buku yang jatuh dari bangku.


“Ini punyamu?” suara itu familiar—tenang, sedikit serak, dan langsung dikenalnya.


Lyra.


Buku itu bukan miliknya. Tapi Farzin mengangguk, sekadar alasan untuk berbicara.


“Ya. Terima kasih.”


Lyra tidak langsung pergi. Ia duduk di ujung bangku, membuka laptopnya. “Kau dari Raviyya, kan?”


Farzin mengangguk pelan. “Aku tahu, negaraku tidak populer.”


Lyra tersenyum tipis. “Aku tidak percaya pada reputasi. Aku percaya pada cerita.”


Farzin menoleh. “Dan kalau ceritanya tidak bisa diceritakan?”


Lyra menutup laptopnya. “Justru itu yang paling penting untuk dicari tahu.”


**


Lihat selengkapnya