Anak Lelaki Yang Di Jadikan Waria

Zizan
Chapter #8

Feminimisasi Permanen

Seminggu yang diwarnai pelecehan dan dominasi berlalu bagai seabad. Hari-hari yang seharusnya menjadi masa penyesuaian di apartemen mewah itu justru berubah menjadi pengantar yang brutal menuju kengerian yang lebih besar. Setiap sentuhan Kwame adalah rantai, setiap ciumannya adalah segel yang mengikat. Puncak dari minggu neraka itu adalah percakapan yang tak akan pernah Revan lupakan, percakapan yang mengakhiri setiap sisa harapan untuk kembali menjadi dirinya.


Satu malam, setelah makan malam mewah yang hening, Kwame mengajak Rena duduk di sofa. Ia menyentuh pipi Rena dengan ibu jarinya, tatapannya menyapu setiap inci wajah yang kini telah dipoles sempurna.


"Rena," ucapnya, suaranya lembut namun mengandung ketegasan yang mutlak, "kamu sudah sangat cantik. Aku bangga dengan apa yang telah kamu capai. Tapi... ada satu hal lagi yang ingin aku sempurnakan."


Jantung Revan berdegup kencang. Ia tahu, dari nada suara itu, dari tatapan mata Kwame yang penuh perhitungan, bahwa ini bukan hal baik. Ini adalah permintaan yang akan menghancurkan lebih banyak dari dirinya.


"Apa itu, Mr. Kwame?" tanya Rena, suaranya gemetar meskipun ia berusaha keras menyembunyikannya.


Kwame tersenyum tipis. "Aku ingin kamu lebih dari sekadar 'berpenampilan' wanita, sayang. Aku ingin kamu 'menjadi' wanita, secara permanen. Aku ingin kamu 'sempurna' untukku."


Ia menatap lurus ke mata Revan. "Aku ingin kamu melakukan operasi pembesaran payudara. Dan juga, untuk memastikan tidak ada lagi 'fungsi' yang tersisa dari masa lalumu, aku ingin kamu memulai terapi hormon dan suntikan kimia pada bagian intimu. Agar kamu sepenuhnya menjadi milikku, tanpa ada keraguan sedikit pun tentang siapa kamu sekarang."


Dunia Revan runtuh seketika. Operasi? Hormon? Suntikan kimia pada bagian intim? Kata-kata itu berputar-putar di kepalanya, menabrak dinding terakhir dari harapan dan identitasnya. Ini bukan hanya tentang penampilan. Ini tentang mutilasi. Ini tentang menghapus setiap jejak maskulinitasnya secara fisik, mematikan fungsi tubuhnya secara permanen. Rasa mual yang parah melanda dirinya, ia nyaris muntah.


"Tapi... tapi kenapa, Mr. Kwame?" rintih Revan, suara Rena-nya pecah.


"Karena aku menginginkannya, Rena. Dan aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan," jawab Kwame, nadanya berubah dingin, penuh otoritas. "Ini adalah bagian dari kesepakatan. Aku membayar mahal untuk ini. Aku ingin kamu sempurna, dan permanen. Aku tidak ingin ada kecurigaan, dan aku tidak ingin ada 'kembali' untukmu."


Lihat selengkapnya