Nuri bergeming, matanya lekat menatap layar kaca. Ia merasa, tidak ada gunanya lagi membicarakan masalah mereka. Bukankah sudah jelas, tidak ada yang mau mengalah untuk berpindah agama? Lagi pula, semua karyawan di klinik itu sudah tahu tentang gosip dr. Andres yang akan menikah dengan wanita lain.
"Mau bahas apa lagi? Sebentar lagi, dokter akan menikah sama dia, kan?"
"Jadi kau sudah mendengar berita itu?"
"Sudah." jawab Nuri tanpa menoleh.
"Tapi setidaknya kita bisa jalan untuk yang terakhir kalinya."
Sesaat hening, kening lelaki itu berkerut seperti memikirkan sesuatu. "Bagaimana kalau besok pagi setelah off, kita makan di luar?"
"Besok nggak bisa, dok! Aku ke kampus."
"Pulang jam berapa?"
"Jam dua,"
"Kalau begitu, jam dua tiga puluh, kita ketemu di lobi utama Medan plaza,"
Nuri mengangguk pelan, ia tidak lagi antusias seperti biasanya. Tapi ia tetap menerima ajakan dr. Andres untuk mengenang saat-saat terakhir kebersamaan mereka. Ia pasrah dan merelakan dr. Andres menikah dengan wanita pilihan orangtuanya.
***
Pagi ini, jam menunjukkan pukul delapan pagi, petugas siff malam serah terima tugas dengan petugas siff pagi di klinik itu. Nuri sudah rapi, siap berangkat ke kampus. Kali ini, sepertinya dia akan terlambat lagi. Untungnya dosen tetap mengizinkannya masuk kelas. Sepertinya sudah menjadi hal biasa ia sering terlambat jam pertama mata kuliah.
"Ri, usahakan besok jangan terlambat, ada ulangan Kimia Analitik di jam pertama." ujar Yana saat makan siang di kantin.
"Iya, besok aku minta tolong temanku datang lebih awal ke klinik."
"Ya sudah, Yuk. Aku mau salat dulu, Sebentar lagi masuk jam praktikum. Kau juga harus salat!"
"Aku besok saja," jawab Nuri cengengesan.
"Hem, besok terus!"
Nuri cengengesan mendengar ocehan Yana. Dia juga bingung pada dirinya sendiri yang masih enggan menunaikan kewajiban sebagai muslim. Ia hanya duduk di altar mushala menunggu Yana selesai shalat. Setelah selesai, keduanya kembali ke kelas dan berbaur dengan yang lain.
"Kalian sudah beli sampel bahan praktikum kita?" tanya Dino menghampiri.
"Belum, memangnya sampel apa hari ini?" tanya Yana balik.
"Jajanan pinggir jalan."
Sejenak, Nuri dan Yana saling menatap. "Aku penasaran sama es krim yang biasa kita beli di simpang sana. Bagaimana kalau itu saja sampel kita?" tanya Nuri semangat.