Perempuan Pencari Surga

Sunarti kacaribu
Chapter #4

Bab 4

Pagi ini, kota Medan tampak cerah, Nuri menaiki angkutan umum ke kampusnya. Semua berjalan seperti biasa, ia bersama teman teman kuliahnya belajar dan praktikum di lab. Sepulang kuliah, Nuri langsung ke klinik tempatnya bekerja. Kota padang bulan terlihat seperti biasa. Tenang dan damai. Tidak ada yang menduga jika hari itu adalah awal dari sebuah kekacauan besar.

Nuri dan Vi duduk di balkon lantai dua. Tempat ini menjadi favorit mereka berdua. Nuri dan Vivi memang sering dinas bersama. Sebab keduanya lebih sering masuk siff sore dan malam, karena sama sama sedang dalam pendidikan.

Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba keduanya melihat aksi penusukan oleh seorang preman di seberang jalan sana. Seketika jalanan yang tenang jadi gaduh. Korban penusukan dilarikan ke klinik Ester, tempat mereka bekerja.

Melihat klinik ramai, Nuri dan Vivi berinisiatif untuk turun ke bawah membantu rekan mereka. Tiga puluh menit kemudian, keadaan semakin tak terkendali. Ternyata penusukan itu adalah perkelahian antar geng preman.

Beberapa preman datang menerobos klik sembari membawa parang. Mereka meminta korban agar tidak diobati. Mereka memaksa membawa korban hidup atau mati. Dokter dan perawat yang sedang bertugas tidak ada yang berani membantah. Mereka membiarkan saja pasien dibawa pergi. Tidak ada pilihan. Mereka tidak mau menjadi sasaran kemarahan para preman itu.

Setelah korban penusukan dibawa pergi, sesaat suasan di klinik dan depan jalan kembali hening. Akan tetapi berselang satu jam kemudian, keadaan berubah kacau. Kini, kawanan korban penusukan yang disandra, membalas dendam dan minta korban di bebaskan. Terjadilah baku hantam tepat didepan klinik Ester. Batu dan benda benda tajam sliweran.

Kepala prawat berinisiatif untuk menutup klinik. Sebab khawatir menjadi korban salah sasaran. Namun, belum sempat klinik tertutup rapat, kawanan preman itu berlarian ke dalam klinik karena dikejar oleh tentara yang sudah tiba untuk mengamankan situasi.

Nuri gemetar, wajahnya pucat. Tiba-tiba dadanya terasa sakit. Keadaan yang sangat mencekam di dalam klinik membuat detak jantungnya berpacu dengan cepat.

Untungnya pihak yang berwajib dengan cepat membereskan masalah yang ada. Dua jam kemudian, keadaan kembali normal. Tapi sayang, detak jantung Nuri tidak ikut normal. Dokter jaga memberinya obat penenang dan memasang oksigen di hidungnya. Melihat kondisi kesehatan Nuri yang drop, dokter memberinya izin beristirahat selama dua hari untuk menenangkan diri. Nuri menghubungi pak Ben agar menjemputnya pulang.

Sesampainya di rumah, Nuri beristirahat di kamar. Sakit di dada membuatnya cemas. Sejuta pertanyaan bermunculan di benaknya. Bagaimana kalau kondisinya semakin parah? Bagaimana kalau tiba-tiba dia tidak bisa bernapas lagi? Nuri meringkuk memegangi kepalanya. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar takut mati.

Entah mengapa tiba-tiba dia ingat Ciho. Saat itu, ia ingin Ciho ada di sampingmya. Mengajarinya membaca Al-quran, mengajarinya berwudhu dan shalat.

Nuri beranjak dari tempat tidur menuju rak buku. Ia ingin mencari buku pedoman shalat, berharap, Ciho meninggalkan buku itu di sana.

Seuntai senyum tergurat di wajahnya saat menemukan buku yang dicarinya. Ia membuka halaman panduan berwudu. Ia mulai menghafalkan urutan membasuh anggota tubuh. Setelah hapal, ia berjalan ke kamar mandi lalu berwudu. Siang ini, ia ingin menunaikan shalat Djuhur. Setelah berwudhu, Nuri kembali ke kamar dan menguncinya dari dalam. Ia malu jika ada yang melihatnya shalat.

Nuri memulai shalatnya dengan niat, kemudian takbir. Dengan sisa sisa ingatan pelajaran saat masih SD, ia membaca Iftitah dengan terbata bata, antara ingat dan lupa. Kemudian lanjut membaca Alfatiha dan surat Al ikhas. Setelah selesai mengerjakan empat rakaat, Nuri mengucap salam. Belum sempat ia berdoa, pintu kamar di ketuk oleh bu Alem.

Buru-buru, Nuri membuka mukena dan melipat sajadahnya. Kemudian menyimpannya di dalam lemari. Ia takut diledek oleh mamaknya jika tahu ia baru saja shalat setelah sekian tahun tidak pernah mengerjakannya.

"Ada apa, Mak?" tanya Nuri setelah membuka pintu.

"Kenapa di kunci pintunya?"

"Lagi ganti baju, nanti kalau Lintang masuk, kan malu." ujar Nuri berbohong.

Lihat selengkapnya