Anak Pertama

Indah Rafika Amin
Chapter #1

Cinta Pertama Si Sulung

Seorang gadis dengan rambut hitam lurus sebahu sedang berjalan di pematang sawah. Tangan kanannya sudah disibukkan dengan membawa satu tas yang berisi rantang. Dan satu tangannya lagi membawa handphone. Ia sibuk mendokumentasikan keindahan hamparan sawah yang luas dengan matahari yang masih tampak malu-malu. Tentu saja pemandangan indah ini akan diabadikannya untuk keperluan insta story nanti. Gadis berusia 22 tahun itu sesekali menyapa para petani yang sudah sibuk dengan gaarapannya. Gadis itu bernama Sekar Nirmala. Sekaligus anak perempuan pertama di keluarganya. Namun, menjadi anak pertama, ia rasa sekar tak ingin menduduki posisi itu. Posisi yang dirasa cukup berat setelah kehadiran adik-adiknya.

“Didelok dalane ojo hape-an wae,”¹ tegur perempuan paruh baya yang berjalan di depannya. Perempuan berkerudung langsungan dengan tangan yang tak kalah sibuk membawa satu tas anyaman yang berisi piring, gelas, sendok, dan wedhang kopi. Tangan satunya lagi membawa ceret yang berisi air putih. Beliau adalah Lilis, ibu Sekar. Usianya yang sudah tak terbilang muda menampakkan kerutan di wajahnya yang cantik. Beberapa rambut juga kian memutih.

“Enggeh buk,” mendengar teguran ibunya, gadis itu cepat-cepat memasukkan handphonenya ke dalam saku celana yang dikenakan, dengan wajah yang tertekuk. Namun tak lama ia kembali merekahkan senyum. Rupanya pemandangan pagi ini benar-benar membuat moodnya sangat baik.

Jarak satu petak sawah dari tempatnya berdiri, terlihat seorang laki-laki yang tampak lebih tua tiga tahun dari ibu. Dengan menggunakan kaus berwarna oranye, Sekar ingat sekali kaus itu adalah hadiah dari membeli pupuk. Di belakang kaus itu terdapat sablonan yang bertuliskan ‘PUPUK PONSKA’ dengan garis yang membentuk setengah lingkaran. Di bawah tulisan itu juga lengkap dengan logo pupuk yang bergambar kepala sapi dan padi. Dan kaus itu sudah resmi menjadi seragam dinas bapak. Bapak tampak fokus dengan garapannya. Cangkul ditangannya terus saja mengolah tanah. Bapak tampak sangat semangat dengan capil yang bertengger di atas kepalanya. Iya, semangat bapak untuk bekerja kali ini lebih besar. Sebab kemarin bapak baru saja panen padi dengan hasil yang memuaskan. Dari situ Sekar bisa menilai bahwa bapak adalah seorang pekerja keras yang tak pernah menyerah. Sebelumnya, bapak pernah mengalami gagal panen sebab padi yang ditanam, diserang wereng. Tentu saja bapak tampak sedih, namun Sekar tak pernah melihatnya berputus asa. Bapak sangat gigih dalam bekerja. Katanya, “Gapapa, kali ini bapak gagal panen kan bisa dicoba lagi nanti,” ucapnya dengan senyum merekah. Dari matanya Sekar tahu kalau bapak sangat sedih, namun beliau sangat bisa membuat anak-anaknya tidak khawatir.

Bapak melihat sekilas ke arah kami, dan tersenyum sekilas. Sekar masih setia berjalan di belakang ibu yang kini memberhentikan diri di sebuah gubuk di dekat sawah kami. Lalu ibu bergegas menghampiri bapak dan Sekar menyiapkan makanan untuk dimakan bersama.

“Pak, sarapan dulu.” Perintah ibu pada bapak yang mengiyakan dengan pergerakan menaruh cangkul.

Lihat selengkapnya