Tinggal bersama keluarga yang tidak dikenal sebelumnya, walau keseharian mereka baik, tetap saja ada sungkan, rasa tertekan, dan serba tak enak hati saat berdiam diri.
Masalah-masalah kecil yang mungkin sepele bagi sebagian orang, sedikit perdebatan yang sebenarnya biasa untuk sebuah keluarga, menjadi denyut-denyut kehawatiran bagi jiwa yang sadar diri hidup menumpang, ibarat kata, suara sendok terjatuhpun mampu membuat hati ini menuai resah.
Lelah? jangan ditanya, diposisi ini aku benar-benar ingin yang namanya tinggal sendiri, melakukan segala sesuatu sekehendak hati, dan terbebas dari kewajiban berbasa-basi.
Hingga hari itu, seorang kenalan memberi tawaran untuk mengurus tambak udang, tak kulihat berapa gaji yang bisa kudapatkan, yang menarik inginku hanyalah tempat tinggal yang sudah disediakan.
Dan disinilah aku sekarang, mengelola tambak bersama rekan-rekan yang lainnya. Dengan tempat tinggal sederhana kami masing-masing. Dimana Aku merasa kembali menjadi manusia yang merdeka.
Sehari, dua hari, seminggu aku benar-benar menikmati rasa bebas memiliki rumah tinggal sendiri, kutata sedemikian rupa, kuatur rapi sekehendak hati, hingga nyaman kurasakan setiap kali pulang mengistirahatkan lelah badan.
Seminggu berlalu, dua, tiga, empat minggu berlalu, mulai terasa sepi, tak ada hiburan, atau sekedar gadis berlalu lalang, iya, wajar kurasa, aku ini seorang pria muda biasa.
Bagaimanapun butuh juga pemandangan yang menyegarkan mata. Disini, dari pondokku berdiri, yang terlihat hanya petakan-petakan tambak disepanjang mata memandang.
Butuh paling tidak 30 menit dengan sampan untuk sampai kedaratan dimana pasar, sekolah, pemukiman penduduk dan fasilitas umum lain berada.
Makin kesini, semakin sering terbayang saat-saat bersama kekasih yang kutinggalkan. "Hera ... Apa kabarmu ..., " lirihku merindu.
Aku mulai jenuh, tapi sadar bahwa memang hidup adalah pilihan, dan disini pilihan yang paling layak untuk dipertahankan.
Berharap masa depan menjadi lebih baik. Ah, tidak muluk-muluk sebenarnya, hanya ingin memberi sedikit kebanggaan di hati emak saat nanti pulang.
"Emak ...," ku panggil lagi akhirnya, aku yakin, bisa sampai disini juga berkat do'anya, tunggu ya Mak, anakmu masih berusaha. Hahh ... berulang kali ku hela nafas, rasa tak bisa mengingatnya tanpa air mata, ngikham.
"Assalamu 'alaikum ...."
Sejenak kuperjelas pendengaranku, seperti ada suara wanita ... siapa?
Dengan jantung berdegup dan hati penasaran kubuka pintu ...,"Waalaikum salam .... "