"Ham, kamu ada pacar?" tanya zul, sambil meraih segelas kopi panas yang ku suguhkan diteras pondok.
"Ada, kenapa memangnya?" Aku bertanya balik karena tak biasanya dia membahas itu.
"Umurku sudah 25 tahun Ham, belum sekalipun tanganku ini menggandeng perempuan selain emak dan adikku!" Zul mulai bercerita, dan kusambut dengan derai tawa.
Namun seketika kututup mulutku saat menyadari tatapan tak sukanya.
"Maaf!" Cicitku kemudian.
Aku baru tahu, ternyata usianya 3 tahun lebih tua dariku, biarlah ... sepertinya dia tak keberatan tak kupanggil abang.
"Menurutmu ... Lina bagaimana? cocok tak jadi pacarku?" ucapnya memasang tampang sambil pura-pura merapikan pakaiannya.
Sejenak, teringat kemarin pagi, pak Sofyan minta tolong padaku untuk mengantarkan Lina berangkat kesekolah, sedikit terkejut karena dia benar-benar terlihat masih seperti bocah.
Jauh dari pandanganku waktu pertama kali bertemu.
"Dia masih kecil Zul! baru kelas 1 SMP, coba Kau lihat saat dia sedang pakai seragam," jelasku.
"Memang, tapi ia terlihat begitu dewasa dimataku Ham," ucap Zul, dengan mata menerawang.
Aku menghela nafas, mengingat ceritanya hingga tersenyum, maklum.
"Leni marlina binti Sofyan ...," tiba-tiba Zul bergumam dengan mata berbinar.
Aku mengikuti arah pandangannya, dan benar, menemukan Lina yang berjalan tergesa ke arah kami.
Lalu beralih pada Zul, dengan heran, benarkah itu nama panjangnya? Bagaimana ia bisa tahu? Apa Zul bergerak secepat itu? Seriuskah dia? Hatiku hanya bisa bertanya-tanya.