"Bang, kata bapak, Abang mau ijin pulang?" tanya Lina pagi itu, ketika pak Sofyan memintaku mengantarnya pergi sekolah.
"Iya, tapi belum tahu kapan, kenapa? Lina mau ikut?" kelakarku ingin menggodanya.
"Bang Irham becanda, Lina harus sekolah Bang!" terkekeh ia dengan pipi merona.
Kulitnya putih, bersih, hingga sangat terlihat rona merahnya ketika sedang malu ataupun kesal.
Karena itu, aku sering kali sengaja menggodanya. Kadang sampai tak tahan ingin mencubit pipi yang bersemu itu.
"Abang sudah punya pacar ya?" tanyanya malu-malu.
"Sudah, kan?" jawabku ambigu.
"Hah siapa?" tanyanya terkejut.
"Ah ... pura-pura tak tahu Kau ni!" godaku.
"Memang tak tahu, siapa Bang?" cecarnya penasaran.
"Wah, ketinggalan berita kau Lin, semua orang ditambak juga tahu siapa pacar Abang ... bisa-bisanya Kau tak tahu?" isengku buat dia penasaran.
"Siapa Bang, tinggal sebut nama, kenapa susah si?" kesalnya.
"Lagian kamu, harusnya 'kan tahu, siapa yang paling dekat sama Abang?" ulurku makin senang melihat pipinya berubah warna.
"Siapa Bang?" tegasnya hampir menangis.
"Yakin mau tahu?" tantangku