Seperti rencana Zul, ba'da Isya', aku mengangkat udang dengan jaring berlubang besar, agar udang berukuran kecil tak ikut terangkat.
Setelah kurasa cukup, kuikat karung ditepian tambak, membiarkannya terendam. Kemudian kutinggal pulang.
Sudah tidak lagi merasa khawatir, malam ini justru merasa tenang, pergi tidur setelah menyetel alarm, lalu lelap begitu saja tanpa drama.
Bangun dengan segar, beberapa menit sebelum alarm berbunyi, segera kubatalkan alarm, lantas bersiap.
Dengan heran menilik kembali hati ini, tidak terselip kehawatiran. Pukul 01.30, mulai melangkah keluar pondok.
Gelap, perlahan, pekatnya malam, memaksa mengambil langkah sambil meraba ingatan.
Mengangkat karung, menentengnya begitu saja, kemudian melanjutkan menapaki pematang yang mengarah ke kanal.
Sampai ditempat yang dijanjikan, kilatan air yang membiaskan cahaya bintang, menampakan bayang sesosok tubuh yang tengah sibuk menyiapkan sampan.
Meyakini itu Zul, Jantung ini mulai berdebar. Seolah baru tersadar bahwa kami akan benar-benar menjalankan rencana kami yang berbahaya dan mempertaruhkan nyawa.
Tanpa bicara, kami menaiki sampan dan mendayungnya perlahan, menyeberangi kanal, menyusurinya disebelah sana.
Ku tajamkan mata, mencari-cari kelebatan bayangan reptile raksasa, tak kutemukan, mungkin mereka sudah lelap dalam mimpi, semoga saja.
Merapatkan sampan ke tepian kanal yang kami tandai kemarin. Kemudian Zul naik ke daratan, setinggi kurang lebih setengah meter dari sampan.
Ku angsurkan satu persatu karung kami, terlihat cahaya yang mendekat dikejauhan, segera, dengan bantuan Zul, ku miringkan sampan hingga akhirnya tenggelam.
Kamipun naik, menyelusup kedalam rimbunan alang-alang, merunduk diam, meminimalisir pergerakan, memperhatikan dengan penuh kewaspadaan.
Dua penjaga sedang berpatroli diatas sampan melewati persembunyian kami begitu saja, kami merasa sedikit laga, meski jantung terus berdebar, seolah sedang berpacu dengan kencang.