Anak Tentrem

Andriyana
Chapter #15

Bab 14

Kehidupan Endus tidak sama lagi sesudah dia menikah. Dia mengira dan mengidamkan dengan menikahi Anjani, setiap hari dia bakal tersenyum. Kenyataannya: tersenyum pun dia tidak, hampir gila, iya. Tajam lidah Anjani seakan-akan menusuk dadanya berulang-ulang ketika mengomel membuat dirinya bak orang mati, hidup lagi; mati, hidup lagi; mati, hidup lagi. Namun dia tidak mau memilih mati, dia cenderung memilih nyaris gila saja.

Hidup susah membuat Endus saban hari gelisah. Apalagi, dia memiliki majikan seperti Dukemeng. Bekerja membanting tulang hingga tulang belulangnya remuk pun, tidak mendapatkan apresiasi apa-apa dari Dukemeng, sang Kaduk itu. Bertahun-tahun bermajikan Dukemeng, mulai dari bujangan hingga menikahi Anjani, Endus bagai seorang romusha. Bekerja serabutan mulai pagi hingga matahari tenggelam dilakukannya demi Anjani tersayang. Kadang kala Endus lembur hingga harus pulang pukul 03.00 untuk menggantikan jadwal ronda si Kaduk itu. Sebagai perwakilan seorang kepala dukuh, Endus merasa terhormat meski di pos ronda, ternyata mereka hanya membanting kartu gaple saja untuk menghabiskan waktu.

Ingin sekali Endus mengubah nasib. Berbagai cara dia lakukan. Sering dia membaca lowongan di koran-koran kalau-kalau loker yang sesuai dengan ke-SMP-annya ditawarkan. Beberapa lowongan yang sesuai spesifikasi memang tercantum di koran itu. Namun Endus khawatir, “Jangan-jangan perlu ordal ‘orang-dalam’ untuk bisa bekerja di sana,” gumamnya.

Namun nasib berkata lain. Endus bertemu dengan seseorang yang merupakan kenalan teman kecilnya. Teman kecilnya itu sudah bekerja di kota.

“Lumayan gajinya, Ndus.” Teman kecilnya itu tertawa seolah-olah mengiming-imingi Endus.

“Berapa?” tanya Endus. Raut wajahnya berharap meski curiga.

Lihat selengkapnya