Anak Tentrem

Andriyana
Chapter #27

Bab 26

Waktu mengubah segala. Dusun Taraje pun sudah mengalami begitu banyak perubahan. Dari pedati, bendi, becak yang dulu banyak berkeliaran ke sana kemari, tergantikan oleh kendaraan yang pantatnya berasap. Para bajingan pedati, para pengayuh becak pelan-pelan beralih profesi dengan sisa kemampuan beradaptasi yang mereka mampu. Bertani menjadi pilihan bagi mereka sebagai cara untuk bertahan hidup. Dan satu pilihan terakhir adalah menjadi buruh tani bila yang dimiliki mereka hanyalah tenaga di badan.

Begitu pun dengan Sawargi yang mengusahakan perubahan dan menyesuaikan dengan zaman. Beberapa mobil bak menggantikan pedati-pedati untuk mengangkut hasil panen ke pasar-pasar. Bajak tradisional digantikan oleh mesin traktor. Pada pokoknya, segala sesuatu yang membutuhkan perubahan dan menyesuaikan dengan zaman, menurut Sawargi perlu diubah dan disesuaikan.

Waktu mengubah segala. Terdapat perbedaan pendapat yang cukup tajam perihal baik-buruknya tubektomi untuk Jembut Lestari. Dua kutub perbedaan pendapat itu berasal dari kehati-hatian mereka sebelum menentukan tubektomi. Pada dasarnya mereka setuju. Namun timbul kekhawatiran Jembut lancung dengan menggunakan tubektomi itu sebagai jalan ena-ena-ena-ena buat dirinya saja.

Mbah Ismowati berpendapat, “Lebih baik dipikir lagi. Jangan sampai apa yang menurut kita itu jalan terbaik malah sebaliknya.”

Tris, Tentrem, Sawargi tercenung.

“Bu, aku kira tubektomi itu sudah benar. Apa Ibu tidak lelah menghadapi peristiwa semacam itu lagi hingga tiga kali?” tanya Tentrem. “Aku sebagai ibunya, sekali saja mengalaminya, tapi rasa pedihnya masih dapat kurasakan sampai sekarang.”

Lampu gantung di ruang tamu rumah memendarkan cahaya menampakkan wajah-wajah yang jelas sedang berpikir.

“Justru, Trem,” ujar Tris, “tubektomi itu bisa saja membuat Jembut malah makin ....”

“Makin apa?” tukas Sawargi. “Tubektomi itu bisa menghindarkan Jembut hamil lagi, hamil lagi, hamil lagi.

“Memang kamu mau Jembut hamil lagi?” tanya Sawargi ketus.

“Bukan begitu, Mas,” jawab Tris. “Bisa saja Jembut malah seenaknya mentang-mentang ditubektomi, semua lelaki yang disukainya dia ....”

“Enggak!” Tentrem memotong ucapan Tris. “Enggak bakal seperti itu, Tris. Itu cuma prasangka kamu saja.”

“Iya, Trem, kita sih semua berharap enggak akan seperti itu,” Mbah Ismowati menimpali, “tetapi semua kemungkinan bisa saja terjadi. Salah satu kemungkinan yang Tris ungkapkan itu bisa terjadi, loh, Trem.”

“Amit-amit jabang bayi!” Tentrem refleks mengucapkan kalimat itu.

Sawargi juga refleks mengetuk tiga kali ubun-ubun kepalanya menggunakan empat punggung buku jari tangan kanannya lalu mengetukkan empat punggung buku jari tangan kanannya ke meja jati ruang tamu sebanyak tiga kali, dan tiga kali berkata, “Amit-amit jabang bayi!”

Mbah Ismowati dan Tris tiga kali menghela napas lalu ruang tamu itu hening beberapa waktu.

Dan Tentrem memberikan Tris usul agar memberikan pemahaman kepada keponakannya bahwa ena-ena-ena-ena itu boleh dan halal dilakukan sesudah Jembut Lestari sah dinikahi oleh lelaki yang mencintai dan menyayanginya.

Lihat selengkapnya