Angin malam yang sejuk menerpa wajah Mika saat dia melangkah keluar dari mobil sewa travel di jalan beraspal yang agak rusak di Medan, kampung halamannya. Matanya masih lelah setelah perjalanan panjang dari perantauan, dan perasaannya campur aduk ditambah suara tangisan bayi yang baru lahir di dalam gendongannya.
"Mbak, nih kita udah nyampe, barang-barangnya jangan ketinggalan ya" kata sopir taksi dengan senyuman ramah.
"Masuk gang itu sedikit lagi ya, pak." Mika menunjuk ke arah gang cukup lebar yang hanya bisa memuat satu buah mobil untuk melintas.
Pak sopir segera menyetir memasuki gang itu di tengah malam hingga berhenti disebuah rumah nomor 10 dengan chat warna hijau, Mika segera keluar dari mobil dan tidak lupa memberikan sekeping uang sebagai bayaran, dan mengucapkan terima kasih sebelum melangkah menjauh dari mobil. Dia melihat ke sekelilingnya, mencoba mengenali lingkungannya yang telah lama dia tinggalkan.
Dia berdiri di depan rumah tua nan sederhana yang sudah tak asing lagi baginya. Ini adalah rumah tempat dia dibesarkan oleh ibunya, Sri, seorang wanita yang telah merawatnya sejak bayi. Namun, saat ini, ada yang berbeda. Sesuatu yang sangat berbeda.
Mika merenung sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mendekati pintu depan. Dia mengetuk dengan pelan, mencoba mempersiapkan diri untuk momen yang akan datang. Hatinya berdebar kencang ketika pintu terbuka, dan Sri muncul di ambang pintu, matanya terasa tajam saat menatap Mika.
"Bu," sapanya dengan suara bergetar.
Sri hanya kebingungan dan memberikan senyuman tipis. "Mika, kamu kok pulang sekarang gak ngabarin ibu?"
Mika menangis terisak-isak sembari memberikan bayi laki-laki mungil itu di lengan Sri. Mereka berdua masuk ke dalam rumah, yang terasa lebih kecil dan lebih ramai dengan berbagai kenangan. Sri membawa Mika ke ruang tengah, dan di sana, sebuah buaian kecil dengan bayi yang tidur dengan nyenyak berdiri.
Mika menatap bayi itu, putra kecilnya yang baru berusia beberapa hari. Matanya terasa berkaca-kaca ketika dia melihat Sri membuai bayi itu. Dia mencium kening mungil bayi itu dan membiarkan air mata jatuh tanpa bisa dihindari.
"Dia cantik, ya?" Sri berkata dengan suara lembut.
Mika hanya bisa mengangguk, masih terlalu terkejut untuk berkata-kata. Dia tahu bahwa kehadiran bayi ini akan mengubah hidupnya selamanya.