Malam itu, ketika keluarga Mika tertidur pulas, ponsel Mika bergetar dengan tiba-tiba. Terdengar beberapa kali bunyi notifikasi yang berulang. Mika terbangun dengan cepat oleh suara ponselnya, tetapi begitu dia menyadarinya, Daniel juga telah terbangun.
Saat ponsel Mika berbunyi untuk yang ketiga kalinya, Daniel memutuskan untuk mengangkat panggilan itu untuk menghentikan gangguan malam hari itu. Dia terdengar bingung ketika seseorang di ujung telepon berbicara dengan suara terguncang.
Daniel: "Halo? Siapa ini? Apa yang terjadi?"
Seseorang di sisi lain telepon, yang ternyata adalah Adit, berbicara dengan suara bergetar. "Maaf mengganggu tengah malam seperti ini. Namaku Adit, dan aku adalah adik laki-lakinya Mika. Aku perlu berbicara dengannya sekarang."
Daniel masih sedikit bingung. "Adik Mika? Mika tidak pernah menyebutkan kalau dia punya adik. Siapa kamu?"
Adit menjawab, "Aku tahu ini sangat aneh, dan Mika gak pernah bercerita tentangku. Tetapi aku sangat perlu bicara dengannya. Aku menyesal harus menghubungi tengah malam seperti ini, tapi aku punya berita yang harus dia tahu."
Daniel segera menarik tangan Mika dan mencoba membangunkannya. "Sayang, ada seorang pria yang mengaku sebagai adikmu dan mengatakan bahwa dia memiliki berita penting."
Mika terbangun dengan cepat dan merasa bingung. "Apa yang terjadi, Dan?"
Adit menjelaskan situasi dengan cepat dan mendalam. "Ibu kita, kak, ibu meninggal dua jam lalu, kamu harus pulang sekarang ke Medan. Aku pikir kamu harus tahu."
Mika terdiam sejenak, mencoba memproses berita yang tiba-tiba itu. Daniel tetap bersamanya, mencoba memberikan dukungan.
Daniel: "Siapa Sri, Sayang? Kenapa kamu gak pernah mengatakan apapun kepadaku?"
Mika merasa seakan ditabrak oleh berbagai perasaan saat dia mencoba menjelaskan semuanya kepada Daniel, tentang dirinya yang pernah meninggalkan ibunya dan anaknya, apalagi tentang Adit yang tiba-tiba saja mengaku sebagai adiknya padahal Adit adalah putranya, Mika bertanya-tanya pada dirinya sendiri tentang kebohongan apa yang ibunya katakan kepada Adit sehingga membuat Adit menganggap bahwa dirinya adalah kakaknya dan bukan ibunya.
Dengan penuh penyesalan dan kebingungan, Mika mengambil ponsel dari Daniel. Dia memandang pesan Adit dan menggulung nomor ibunya, Sri. Mika mencoba mengatasi rasa khawatir dan berbicara dengan suara lemah dan gemetar.
Mika: "Halo, Adit, ini Mika. Kamu baik-baik saja kan disan? Apa yang terjadi dengan Ibu?"
Adit menjelaskan dengan suara terisak. "Ibu akan dikuburkan segera setelah Ashar. Aku tahu ini sangat mendadak, tapi aku gak punya nomor kontak orang lain selain nomor kamu, ibu rindu sama kamu, kamu seharusnya kembali sekarang atau bakalan menyesal, aku tunggu kamu di rumah ya."
Mika memejamkan matanya dan mencoba menahan tangis. Dia merasa sangat bersalah dan ingin berbicara dengan ibunya untuk terakhir kalinya. Dia pura-pura berbicara sebagai kakak kepada Adit untuk pertama kalinya.
Mika: "Terima kasih telah memberi tahu aku. Aku akan pulang segera, kamu jaga diri disana ya, tunggu aku"
Adit: "Ya."
Mika menelan getahnya dan merasa benar-benar hancur. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk berbicara dengan ibunya, bahkan jika hanya dengan hati yang penuh penyesalan. Adit mengucapkan terima kasih, dan percakapan mereka selesai. Mika meletakkan ponsel dengan hati yang berat dan wajah yang penuh air mata.
Daniel menatap Mika dengan tajam dan bertanya, "Siapa Sri, Mika? Kamu kok gak bilang kalau kamu punya adik juga?"