Anakku Malang, Anakku Sayang

Khairun Nisa
Chapter #7

Kebohongan Mulai Terungkap

Beberapa hari berlalu, dan keluarga Mika bersiap untuk pindah ke Jakarta setelah pemakaman dikarenakan Daniel memilih untuk tinggal di Indonesia saja atas permintaan Mika yang tak ingin jauh dari Adit. Adit memutuskan untuk bergabung dengan mereka dan akan bersekolah di Jakarta. Mika merasa lega dan bahagia dengan keputusan ini, seakan sebuah beban besar telah terangkat dari bahunya.

Pagi yang cerah di Jakarta, keluarga Mika berkumpul untuk sarapan pagi. Mika merasa senang dan penuh semangat. Dia memutuskan untuk membuat nasi goreng udang untuk sarapan pagi, menu kesukaan keluarga mereka.

Saat mereka semua duduk di sekitar meja makan, Hasbi menggoyangkan tubuhnya dengan memberi suasana riang. Dengan mata berbinar, dia berkata, "Ayo, ayah, tebak-tebakan! Kenapa udang menangis?"

Mika, Daniel, dan Adit tersenyum pada kepolosan Hasbi. "Apa, Sayang? Kenapa udang menangis?" tanya Daniel, bermain-main.

Hasbi tertawa dan menjawab, "Karena dia dipotong-potong untuk nasi goreng!" 

Semua orang meledak tertawa mendengar teka-teki lucu Hasbi. Makan pagi mereka diwarnai oleh tawa dan kebahagiaan, serta kehangatan perasaan keluarga yang semakin erat.

Hasbi, yang penuh semangat dan tidak ingin kehilangan tantangan, melihat ayahnya dengan tatapan penuh harap. "Ayah, tebak tebakanku, kenapa sapi tidak bisa main kartu?"

Daniel tersenyum dan memutar otak sebentar. "Hmm, kenapa ya? Apa karena mereka tidak bisa menahan kartu di tangan mereka yang besar?"

Hasbi menggelengkan kepalanya, memberi tanda bahwa jawaban itu salah. "Bukan, Ayah! Karena mereka sudah keburu jadi steak!"

Semua orang meledak tertawa lagi, meskipun Daniel agak bingung sebentar sebelum tersenyum dan memeluk Hasbi. "Hebat, Sayang! Teka-teki kamu lucu walau sedikit cringe."

Mika dan Adit berusaha menjawab juga, tetapi teka-teki Hasbi terbukti cukup sulit. Akhirnya, Hasbi mengungkapkan jawaban dan tertawa riang.

Meskipun pertanyaan teka-teki tersebut tidak bisa dijawab oleh Mika dan Adit, saat itu terasa seperti keluarga yang lebih lengkap dan bahagia daripada sebelumnya. Mereka menikmati pagi yang penuh kebahagiaan dan semangat untuk perjalanan baru bersama di masa depan.

Tiba-tiba, Adit mulai batuk-batuk dengan keras. Wajahnya merah, dan dia terlihat kesakitan. Ia mulai menggaruk lehernya dengan keras, membuat semua orang di sekitarnya kebingungan.

Mika langsung memandang Adit dengan cemas. "Dit, kamu sakit? Jangan buat kami semua panik dong, kamu kenapa?"

Lihat selengkapnya