Anakku Malang, Anakku Sayang

Khairun Nisa
Chapter #8

Zuhairi Kembali

Adit, yang baru saja memulai sekolah di SMA di Jakarta, menemukan dirinya dalam kelas bahasa Inggris yang dipandu oleh seorang guru baru. Guru tersebut memperkenalkan diri sebagai Zuhairi, seorang pendatang dari Yogyakarta.

Zuhairi, dengan senyuman ramah, mengatakan kepada murid-muridnya, "Halo semuanya, saya Zuhairi Rasyid, dan saya akan menjadi guru bahasa Inggris kalian mulai saat ini."

Seorang siswi yang penasaran segera bertanya, "Pak Zuhairi, apa status hubungan bapak? Bapak masih jomblo atau sudah menikah?"

Zuhairi tersenyum lagi dan menjawab, "Iya, saya sudah menikah. Istri saya bernama Salwa, dia adalah seorang guru TK. Kami memang belum memiliki anak, tapi kami sangat bahagia bersama."

Semua siswa memberikan tepuk tangan kepada Zuhairi dimana mereka menyambut kedatangan Zuhairi karena wajah Zuhairi yang lumayan tampan, bahkan salah satu siswa berbicara dengan lantang, “Semoga bapak bisa memberikan nilai bagus buat kami, pak!”

Setelah perkenalan yang hangat satu persatu, Zuhairi hanya tersenyum dan memulai pelajaran bahasa Inggrisnya. Dia mengajarkan murid-muridnya tentang grammar, menjelaskan perbedaan antara present, past, dan future tense.

Di tengah pembelajaran, Zuhairi mulai memperhatikan Adit yang tampaknya kurang fokus dalam belajar. Adit terlihat gelisah, dan beberapa kali Zuhairi melihatnya memegang punggung dan lengannya, seolah-olah merasa sensasi terbakar dan perih, meskipun tidak ada apapun yang terlihat di kulitnya.

Zuhairi merasa perlu untuk memastikan bahwa Adit baik-baik saja. Ia mendekati meja Adit dan bertanya dengan perhatian, "Nak, kamu baik-baik saja, kan? Ada yang sakit? Kalau merasa kurang sehat, kamu boleh kok ke UKS?"

Adit mencoba tersenyum dan menggelengkan kepala, meskipun raut wajahnya masih menunjukkan ketidaknyamanan. "Saya gak apa-apa kok, Pak. Hanya rasa nyeri sedikit yang tiba-tiba datang sebentar."

Zuhairi masih merasa khawatir, tapi dia tidak ingin membuat Adit merasa malu di depan teman-temannya. Dia kembali ke depan kelas dan melanjutkan pelajaran dengan harapan bahwa Adit akan merasa lebih baik.

Sementara itu, Adit terus mencoba untuk mengatasi sensasi yang tidak biasa yang dia rasakan, berharap bahwa rasa perih tersebut akan segera berlalu.

Zuhairi melanjutkan pelajarannya setelah memeriksa kondisi Adit dan memastikan bahwa dia tampaknya tidak memerlukan pertolongan medis. Dia memberikan tugas kepada seluruh siswa untuk membuat cerita tentang pengalaman mereka menggunakan past tense, dan semua siswa mulai sibuk mengerjakan tugas mereka.

Adit, bagaimanapun, terlihat sangat lelah dan kelelahan akibat sensasi perih yang dia alami tadi. Tanpa disadari, dia mulai merunduk di mejanya. Matanya terasa berat, dan akhirnya, dia tertidur pulas di tengah-tengah tugas yang belum selesai.

Ketika Zuhairi melihat Adit tertidur di tengah-tengah tugas, ia merasa perlu untuk membangunkannya. Dia berjalan perlahan mendekati meja Adit dan menepuk lembut pundaknya. "Adit, bangun, waktu untuk belajar, gak baik tidur di mata pelajaran saya," kata Zuhairi dengan suara tegas.

Namun, saat Zuhairi menepuk pundak Adit, reaksi yang tak terduga terjadi. Adit tiba-tiba mengejang, merasakan sensasi perih yang kuat di pundaknya. Dia merasa sangat kesakitan, dan wajahnya menunjukkan ekspresi yang memilukan.

Zuhairi segera menghentikan tekanannya dan terlihat khawatir. "Adit, apa yang terjadi? kamu baik-baik saja, kan?"

Adit mencoba menjawab dengan wajah yang masih penuh rasa sakit. "Saya gak apa-apa kok, Pak. Hanya sedikit kram di pundak saya."

Zuhairi memahami bahwa sesuatu tidak beres. Meskipun dia berusaha menjaga ketenangan di kelas, dia merasa perlu untuk membantu Adit. "Adit, lebih baik kamu ke UKS untuk istirahat sebentar, oke? Saya bisa memberi tahu teman-temanmu."

Lihat selengkapnya