Desember 2010.
..Cinta adalah ilusi yang hanya dinikmati mereka yang cukup beruntung untuk tidak kelaparan...
Kota Malang di Bulan Desember bisa ditebak. Hujan akan rutin mengguyur. Apalagi malam ini, derasnya sepertinya berupaya mengalahkan kegalauanku.
Aku yakin kalau aku jujur bercerita pada kawanku, mereka akan menyebutku orang gila. Untungnya aku tidak punya kawan dekat. Aku terkenal sebagai mahasiswi tercantik di angkatanku dulu. Aku juga terkenal dingin dan ambisius. Mana bisa aku berkawan baik dengan kepribadian menyebalkan begitu? Aku hanya peduli dengan nilai dan studi. Hanya sekali aku tidak meraih IP tertinggi di angkatan, yaitu semester 1. Setelah adaptasi dari Malang kota asalku dan kuliah di Jakarta yang riuh, aku kembali berhasil meraih satu per satu ambisiku.
Minggu depan, aku akan menikah. Dengan orang yang baru saja kukenal. Perkenalan melalui mekanisme umpatan. Nanti perlahan akan aku tuliskan. Saat ini, biarkan aku menikmati keresahan akibat kegilaanku sendiri. Aku menerima tawaran pernikahan karena nominal yang dia tawarkan. Iya, betul. Kalian tidak salah. Kalau orang menikah karena cinta, aku karena nominal uang yang kami sepakati.
Terbiasa dalam deraan kesulitan ekonomi, membuat aku mudah saja menerima kesepakatan itu. Uang itu cukup untuk memastikan diriku tidak akan pernah merasa kecil lagi. Aku bisa memanfaatkan uang itu untuk melanjutkan ambisi-ambisiku yang lain. Tunggu saja.