Perjalanan mereka hanya sampai di gerbang sekolah. Freya berbelok menuju parkiran sepeda ketika Arion merubah arah langkahnya tanpa berbicara sedikit pun. Tidak ada ekspresi berarti yang ditunjukkan oleh pria itu, padahal mereka baru saja pergi ke sekolah bersama. Tidak hanya itu, rasanya berdegup sekali dilindungi oleh seseorang dari gerimis manja yang diguyur. Hal yang tidak biasa ia dapati selama ini.
Bagaimana seseorang menjadi sebegitu dingin sepertinya?
Sependiamnya Freya, ia tak pernah berperilaku dingin seperti itu. Freya tahu akan ada hati yang tersinggung apabila menatap seseorang tanpa ekspresi dan membalas kalimat seadanya. Seakan, ia sama sekali tidak mengenali padanan kata semenjak kecil untuk dibalaskan pada seseorang. Freya pun terheran-heran melihat Arion yang sedang menyediakan sisinya untuk berbagi payung dengan Freya. Hentak langkahnya yang lambat, seakan ingin Freya tungkai agar lebih cepat lagi. Rasa malunya terkurung di dalam hujan ini, pasti ada orang lain yang melihat.
Seluruh pasang mata menatap Freya yang baru saja bersanding berdua dengan seorang pria yang cukup tampan. Hey, wanita mana yang tidak membicarakan pria itu. Mungkin saja diri Freya yang terlalu apatis dengan romantisme para wanita sekolah, berharap seseorang itu akan datang padanya. Freya dengan cepat melangkah menuju ke kelas agar tidak menjadi pusat perhatian. Ia tahu, mereka pasti berpikir yang tidak benar.
Gue cuma kebetulan jumpa dia!! Bukan apa-apa!
Freya tak mampu menyembunyikan wajahnya yang malu itu. Langkahnya berlari terburu-buru, menghindari becekan yang menggenang di lantai koridor.
Sesampai di kelas, Freya langsung menutup wajahnya menggunakan tas. Ia tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah akibat ditatap seperti tadi. Seharusnya ia tidak menerima ajakan pria itu. Ia bisa langsung saja melesat ke sekolah, tanpa mengikuti perkataannya, meskipun hujan membasahi tubuh dan wajahnya yang tak ingin merengkuh kedinginan.
“Lo kenapa, Freya?” tanya Lani.
Freya mendongak. Terlihat Lani baru saja tiba duduk di sampingnya.
“Lo kenal sama yang Arion itu?” tanya Freya balik. Napasnya masih tidak teratur akibat berlari tadi.
Mata Lani memicing sesaat, lalu terbuka yang menandakan ia mengingat sesuatu.
“Dia itu anak kelas bilingual itu. Ganteng loh.” Mata Lani memandang aneh kepada Freya. “Lo naksir dia, ya?”
“Ah, jaga omongan lo ya … Gue baru aja pergi bareng sama dia. Soalnya tadi sepeda gue rusak, trus dia datang ngebantuin.”
“Ah, masa'?” Lani tidak percaya.
“Iya … gue aja terkejut tiba-tiba ada cowok kaya dia datang nolongin gue.”