Momen yang terjadi tadi merupakan dari sekian kejadian yang harus terus diingat oleh Freya. Mungkin nanti malam dirinya akan menuliskan momen itu di diary kecil yang ia sembunyikan di bawah bantal. Desiran senyum yang berdetak menyambut dirinya tak akan mudah ia lepaskan dalam lembaran memori. Menyahut memanggil namanya, menggapai sebuah jawaban yang menyebutkan bahwa ia sangat menyukai Raka. Rasa itu semakin menjadi-jadi semenjak kejadian yang baru terjadi.
Sepanjang jalan pulang, Freya mengenggam lembar brosur club Jepang yang Raka berikan. Setahunya, memang pernah terdengar jika sekolah ini memiliki sebuah club Jepang. Namun, banyak yang menyebutkan jika club itu sudah lama bubar karena saking sepinya peminat. Bagi sebagian orang, memiliki hobi menonton anime dan membaca komik kadang menjadi sebuah kebiasaan yang memalukan. Banyak yang hanya menutup diri, tanpa memberitahu siapa jati dirinya.
Gue harus join club ini! seru Freya di dalam hati.
Parkiran sepeda menyambutnya di sana. Para murid mulai mengambil sepeda satu per satu. Tidak terlalu banyak yang menggunakan fasilitas parkiran sepeda, para murid lebih banyak menggunakan kendaraan bermotor yang mereka parkirkan di luar sekolah.
Tatkala ia meletakkan brosur di atas keranjang sepeda, angin menerbangkannya jauh hingga ia melepaskan gembok yang terpasang demi mengejarnya. Alangkah terkejutnya Freya melihat brosur tersebut mengenai dada seseorang.
Arion ….
Brosur itu tetap menempel di dadanya hingga Arion menggapai untuk diberikan kepada Freya.
“Ini punya lo?” tanya Arion.
Freya membelai rambut belakangnya karena malu. “Hehe … iya. Itu punyaku.”
“Ternyata lo suka Jepang, ya?” Tangannya memberikan brosur tersebut.
Freya hanya tersenyum. Tangannya menjulur untuk menggapai.
“Makasih,” ucap Freya.
“Hmm … mau bareng lagi?”
Pertanyaan Arion membuat Freya mendongak kepalanya. Bisa-bisanya pria itu memintanya untuk pulang bersama setelah banyak orang yang membicarakan hal itu. Tak selesaikah tugasnya untuk mengawani Freya berjalan? Tak butuh langkah ini disandingkan dengan orang lain. Freya merasa masih bisa untuk pergi sendiri. Mungkin ia sudah mendengarkan mengenai rumor mereka berdua.
“Tidak perlu. Gue bisa sendiri, kok. Lo duluan aja.”
Arion mengangguk tanpa ekspresi. Ia tingalkan Freya tanpa menjawab. Seakan dirinya batu yang diam, Arion pergi tanpa bersuara.