Ada sebuah titik di mana Freya tak harus lagi mencari, menunggu akan satu momen yang akan ia isi di lembaran hidupnya. Semesta menjawab semua harapan doa untuk lebih dekat dengan Raka. Seakan, harapan-harapan itu datang kembali untuk menyentuhnya, membawanya hingga ke tujuan. Freya tak lagi memerhatikan pria itu mencoret sesuatu di bukunya dari belakang kelas. Kini, senyum itu bersambut dan bertemu. Saling bersapa dalam satu sorot yang tidak lagi saling membelakangi.
Setiap hari Freya datang lebih awal ke sekolah semenjak ia bergabung di dalam club. Membersihkan club di awal hari kini menjadi kebiasaan rutin yang ia lakukan tanpa dipaksa. Memang, sudah ada jadwal piket yang disusun oleh Raka sendiri. Namun, ia memilih berinisiatif untuk melakukannya agar ruangan ini selalu dalam keadaan bersih. Terlebih lagi ketika mereka bersama-sama. Siapa yang tidak nyaman ketika mereka berada di dalam ruangan yang sudah bersih.
Pagi hari itu Freya datang seperti biasanya. Setelah meletakkan tas dan menyapa Lani nan tengah terkatung berkat kantuk, Freya melanjutkan langkah ke lantai tiga di mana ruangan club Yatta berada. Tatkala ia membuka pintu, Freya terkejut karena pintu tak dikunci. Biasanya Freya membuka pintu dengan kunci cadangan yang diberikan oleh Raka kepada setiap anggota club.
Di sana terlihat Raka tengah tertidur di atas meja dengan beralaskan tangannya yang terlipat. Dua meja lainnya kosong, Karin dan Zeta selalu mengisi tempat itu. Ruangan yang gelap tak memberikan dirinya kesempatan untuk melihat ekspresi Raka yang lucu ketika tertidur. Oleh karena itu ia buka tirai jendela yang langsung menjorok kepada mentari terbit. Terbelailah wajah lemah Adit oleh hangatnya cahaya pagi.
“Lo selalu datang pagi begini, ya?” tanya Raka tiba-tiba.
Freya langsung berbalik. Pria itu terbangun berkat sorot mentari yang menyentuh matanya yang sembab.
“Iya, gue selalu datang pagi buat ngebersihin ruangan.”
“Ternyata lo rajin juga ya.”
Pujian itu membuat Freya merasa tersipu malu. Ia balikkan wajahnya ke mentari yang tengah bersinar di balik jendela, sembari merasakan udara pagi yang segar.
“Tumben datang sepagi ini?” tanya Freya.
Raka berdiri di samping Freya. Siku mereka hampir saling bersentuhan.
“Entahlah, gue bingung mau ngapain.”
“Bingung mau ngapain? Malah tidur di sini, pagi-pagi sekali.” Tatap mata Freya menyiratkan keheranan.
“Di antara kalian bertiga, gue yang paling menanggung beban.”
“Maksud lo?” tanya Freya.