Senja keesokan hari menyambut dengan terang benderan mentari yang mulai condong ke barat. Cerahnya langit begitu kontras, langit-langit tak malu menampakkan dirinya yang indah. Ranum senja bersemayam di udara, memasuki ranah pernapasan yang butuh kesegaran. Semua berbahagia, dering tanda pulang sekolah berbunyi baru saja. Tersenyum bibir yang sedari tadi masam berkat seluruh materi yang membuat otak tak lagi berjalan. Ribuan murid mulai berbondong-bondong untuk pulang. Gerak langkah mereka seremak menuju gerbang sekolah yang sudah dibuka sedari tadi.
Brosur promosi club Jepang Yatta Raka bagi kepada setiap anggota club. Semua berkewajiban untuk menghabiskan semuanya untuk diberikan kepada para murid yang lewat. Tidak hanya itu, Raka juga memaksa para anggota agar sedikit berbincang mengenai hal-hal yang akan dilakukan oleh club mereka. Hal itu demi menarik perhatian para murid untuk bergabung.
“Tumben anak itu mau terang-terangan begini,” ucap Karin kepada Freya. Mereka berdua berdekatan saat membagikan brosur.
“Maksud lo Karin?” tanya Freya.
“Entah lah, dia enggak mau aja club ini naik gara-gara nama dia yang populer. Padahal kan kita bisa aja jadiin dia promotor buat club kita,” balas Karin.
“Haha ternyata begitu. Siapa sih yang enggak kenal Raka di sekolah ini.”
Karin tersenyu. “Tampan, anak organisasi, pandai berbicara, mudah bergaul, dan keren pastinya.”
“Idaman semua wanita, ya?”
“Haha … menurut lo?”
Gerak ekspresi wajahnya tak bisa kuhindarkan demi menyembunyikan rasa gugupku. Karin menggerakkan lenganku pertanda ia ingin mendengarkan sebuah jawaban. Aku tidak menjawab, hanya menggeleng tidak pasti. Di dalam hatinya ia begitu ingin berteriak menyetujui pernyataannya tersebut.
Seorang wanita menatap kepadaku tatkala ia menarik brosur dari tangan Freya. Bahkan, Freya belum sempat memberikan brosur itu padanya. Tepat beberapa langkah ke depan, terlihat lembar brosur tersebut melayang jatuh ke bawah. Tercampak menghantam debu-debu tanah yang membuat mata terasa hina. Itu harga diri, kenapa dirinya menyampakkan brosur itu begitu saja? Orang-orang yang tidak sempat menyadarinya menapaki brosur itu hingga berjejak. Lekas Freya mengambil brosur tersebut untuk kembali memberikannya kepada wanita tersebut.
“Kak, brosurnya jatuh,” ucap Freya dengan nada selembut-lembutnya.
Bukan maaf yang diterima, wanita tersebut malah memandang sinis kepada Freya.
“Sengaja,” balasnya singkat.