Anantara Rasa

JAI
Chapter #16

15. Untuknya



Ada suatu titik di mana semua kerelaan menjadi satu atas dasar ketidakanggapan yang dirasakan. Semua rasa sepi itu hanya bisa bermain dengan sunyi, tanpa sedikit pun menyentuh hangatnya perasaan cinta. Hingga suatu saat orang-orang akan berpikir untuk pergi, namun sudah terlalu jauh dalam langkah. Lelah untuk kembali, sulit untuk membalikkan diri. Akhirnya, raut wajah itu akan tetap melekat dalam hati yang tak berpijak semestinya.

Setiap hati akan menyimpan nama, begitulah Raka dan Karin, maka samalah dengan dirinya dan Arion. Mungkin saja pernah kosong, tetapi terisi kembali dengan ukiran nama seiring dengan waktu yang berjalan. Rasa suka tumbuh menjadi cinta, cinta dipendam terlalu lama pun berubah menjadi rindu. Rindu itu terus dipupuk untuk terus bersemayam agar rona sensasi romantisme percintaan terus terasa. Namun, tak semua harapan bersanding lurus dengan realita. Acap kali realita menampar diri sendiri agar segera berpaling ke jalan yang berbeda.

Kita sama …

Percakapan tadi itu hanya menyisakan basahnya kelopak mata Freya. Ia masih bisa menahan tangis dalam keadaan mata yang berkaca-kaca. Seakan hentakan rasa yang selama ini ia rasa hanya sekadar debu lalu. Sakit rasanya menjadi orang-orang figuran, tanpa sedikit pun diperhatikan. Namun, pria itu malah tersenyum. Lebih hangat dan semakin hangat seiring gerak laju suara hujan yang menyahut. Pupil matanya yang hitam melebar tanpa beban.

Lo gila, ya?

Hanya itu pertanyaan yang tersisa di dalam hati. Di kala patah hati, pria itu malah tersenyum. Hal yang tidak bisa Freya nalar sama sekali. Pertanyaan itu masih berbayang dari balik kaca mobil miliknya yang lembab. Matanya memandang keluar sedari tadi karena gugup yang ia rasakan. Wajahanya yang terpoles make up cantik tidak sedikit pun Freya puji. Apa salahnya memuji sendiri? Namun, Freya enggan melakukannya. Tak seperti wanita pada umumnya yang langsung mem-posting penampilan terbaru.

Raka, Karin, dan Zeta sejam yang lalu tiba di rumah untuk memasangkan semua perlengkapan yang akan dipakai sewaktu fashion show. Zeta kembali merias wajahnya semenarik mungkin dan memasangkan pakaian Kimono khas Jepang yang kemarin dibeli dengan dana dari Karin. Sementara itu, Mereka berdua izin pergi ke sebuah tempat sehingga terpaksa ia dan Raka pergi dahulu menggunakan mobil milik papa Freya yang sudah lama tidak dipakai.

“Ini mobil Papa lo, kan? Kenapa enggak diantar sama dia aja?” tanya Raka.

Wajah Freya menoleh. “Papa aku itu seorang pegawai di perusahaan Jepang. Jadi, lumayan sering keluar negeri dan keluar kota.”

“Jepang? Oh, kamu pernah ke sana, kan?”

“Hmm … pernah.” Perlahan Freya menarik senyum. “Salah satu alasan gue suka sama hal yang berbau Jepang.”

“Lo tahu kenapa gue suka sama yang jejepangan?”

“Kenapa?” tanya Raka.

“Karena Indonesia pernah dijajah Jepang,” balasnya singkat.

“Lah, apa hubungannya?” Freya memandang dengan tatapan aneh.

“Ada, dong … dulu gue jadi sering baca sejarah dan mencari tahu tentang Negara Jepang. Gue menemukan keunikan di sana, terutama budaya. Akhirnya, gue menemukan passion gue di sana, yaitu Jepang.”

Manga merupakan sebutan komik dalam Bahasa Jepang.

“Ada-ada saja.”

Mereka berbagi tawa di perjalanan yang masih tesisa sekitar limat menit lagi. Tak ada ingatan mengenai kecemburuannya kepada hubungan Karin dan Raka. Hal itu tertutupi berkat suasana yang mengalunkan ombaknya kepada Freya. Raut wajah Raka yang hangat serta wangi tubuh Raka yang memenuhi mobil miliknya akan selalu ingat. Bahwasanya, ada seorang pria sempurna yang pernah satu mobil dengannya. Berkendaraan berdua dalam satu canda dan garis sorot wajah yang saling bertatap. Senyum pun buyar dalam satu momen, tidak terelakkan degupan hati yang meronta-ronta untuk diungkapkan ke langit-langit.

Mobil berhenti di parkiran alun-alun kota yang ramai sesak oleh pengunjung. Hampir seluruh penggemar budaya Jepang di kota akan berkumpul malam ini karena merupakan acara tahunan rutin yang digelar. Jalanan sekitaran alun-alun kota sedikit macet karena kendaraan yang parkir di tepi jalan. Belum lagi penjaja kaki lima yang mampir untuk berjualan.

Lihat selengkapnya