Anantara Rasa

JAI
Chapter #18

17. Gugup



Malam kembali berbicara di balik dingin yang ia sampaikan. Lampu pijar jalanan yang terang menerawang mereka yang tengah duduk di bawah bintang gemintang. Wangi penjaja sate di seberang jalan semakin membara di bawa oleh angin yang berhembus, menambah bumbu-bumbu aroma kepada sepiring makanan yang sedang di santap. Harapan-harapan tertuang dalam doa yang Freya lantunkan untuk tetap bersama, terbang bersama dengan nyanyian sekelompok pemuda yang tengah beriang manja di sana.

Tatkala ia memandang wajah Raka yang berkeringat, tersentil sebuah rasa cemas yang ia rasakan. Akan ada satu titik di mana ia akan berada di penghujung cerita. Menginjak titik akhir yang sama sekali tidak berupa. Tampak gelap dengan aroma putus asa. Pelik sekali tatkala Freya memaklumi semuanya dengan titik nadir perasaan. Realita menyadarinya, semesta pun sadar akan hal itu. Dirinya bukanlah apa-apa, ia tetap orang lain. Walaupun seberapa manis pun perlakuan Raka padanya.

Ia hela napas pada santap terakhir. Raka yang di sampingnya sudah sedari tadi menghabiskan makanan. Lagi-lagi, pria itu selalu tersenyum tanpa dipinta. Begitu mudahnya bibir pria itu untuk melebar tanpa beban. Meyakinkan setiap lawan bicara bahwa ia merupakan orang yang terbuka dan menyenangkan.

“Sudah siap untuk juara?” tanya Raka.

Freya tersenyum. “Gue siap sampai kapan pun.”

“Mari kita ke sana. Sudah satu jam berlalu. Mungkin mereka udah menyiapkan nama untuk lo.”

“Ah, lo bisa aja. Tapi, gue tetap berdoa, kok,” balas Freya dengan wajah tersipu.

Raka berdiri seiring dengan gerak tangannya mengambil dompet dan membayar sejumlah uang kepada pemilik angkringan. Sambut tangannya menadah layaknya pangeran. Ragu rasanya Freya untuk menyentuh tangan Raka, tetapi hati tidak gundah untuk menggapai. Gugup ia rasakan, kesempatan tidak memberikan waktu bagi Freya untuk menutupinya. Tanpa diduga, Freya lepaskan genggaman tangan itu sembari mencari celah alasan.

“Kenapa? Ada yang tinggal?” tanya Raka..

Lihat selengkapnya