Anantara Rasa

JAI
Chapter #21

20. Aneh



Sungguh berdebar hati Freya ketika membayangkan dirinya bersanding berdua bersama Raka. Akan ada hari di mana panggung hanya diciptakan untuk mereka berdua, lalu memadu kekompakan bersama. Seluruh pasang mata akan tertuju kepada mereka dan menyadari betapa serasinya kedua kostum itu. Melekat ingatan bagaimana Raka menyetujui hal tersebut, di dalam hati Freya berharap sekali ia akan melakukanya. Pada akhirnya, realita pun menjawab sudah, Raka ingin membersamainya dua hari lagi.

Senja bersisa di ujung langit yang sedikit menguning. Awan-awan kecil menaungi Freya yang baru saja menaiki sepedanya, cahayanya berbercak membentuk garis-garis di langit barat. Freya menadahkan pandangan ke atas, terlintas bagaimana apabila dirinya pulang bersama Raka. Tentu saja ia akan menuliskannya besar-besar di dalam catatan harian malam apabila itu terjadi. Lalu, Raka akan berjalan di sampingnya yang sedang menggerek sepeda. Bercanda ria sepanjang jalan dan berpisah di ujung simpang.

Sebesar apa pun Freya berharap itu terjadi, ia tetap sadar akan diri sendiri. Mana mau Raka melakukan hal itu untuknya. Ia tak seberapa penting, kecuali sebagai teman satu club-nya. Freya ingin lebih dari itu, tetapi rasanya tidak mungkin saja orang setampan dan sekeren Raka ingin kepadanya. Tentu saja berbanding jauh dengan pamornya di sekolah selama ini. Raka mungkin lebih memilih orang-orang seperti Vioni yang selalu mendapatkan perhatian dan pengaruh. Sementara dirinya sendiri hanya berkuasa di kursinya sendiri, mengenal baik hanya satu orang, yaitu Lani.

Benar saja, baru Freya keluar dari parkiran sepeda, terlihat Raka keluar dengan motor sport-nya dengan seorang wanita. Ia bukanlah Karin yang biasa pulang bersama Raka, melainkan wanita lain. Tak heran bagi Freya menemukan Raka bersama orang lain, jangan pula berharap bersama dirinya.

Bersingkap tangan wanita itu di atas rok selututnya, lalu tersipu malu ketika duduk di belakang Raka. Freya hanya bisa berdiri di samping sepeda sembari melihat mereka lewat, tanpa sedikit pun bagi Raka untuk memandangnya balik, meskipun ia tak ingin dipandang jika dalam suansa seperti ini.

“Wow, Raka dengan wanita lain ....” Seorang pria berbicara di sampingnya.

Sontak Freya memandang ke samping, pria sipit bermuka dingin tengah berdiri dengan menggenggam tali tas. Tubuhnya tegap, dadanya berotot dengan sedikti tonjolan. Freya hanya setinggi dadanya yang bidang. Sedikit berbeda dengan pria-pria yang lain, seragamnya tetap dibiarkan apa adanya, tanpa sedikit pun dipermak untuk membungkus tubuh lebih ketat lagi. Tatkala ia memandang ke bawa, sepatunya hitam polos tanpa corak warna.

“Arion, sejak kapan lo di sini?” tanya Freya.

“Sejak lo bertanya itu, gue udah di sini ....”

Aneh sekali gaya bicaranya, Freya tak mengerti maksud dari kalimat Arion itu. Tak ia pedulikan, Freya segera naik ke atas sepeda.

“Oh, begitu ... gue balik dulu―” Kalimat Freya terhenti oleh sanggahan dari Arion.

“Bukannya teman selalu pulang bareng?” tanya Arion.

Wajah Freya memereng. Sebegitu kakunya Arion berbicara padanya. Dirinya bukanlah orang asing yang harus dibuat sekaku itu.

Lihat selengkapnya