Sekitar lima belas menit bersepeda dengan diboncengi oleh Arion, Freya dibawa berhenti tepat di muka rumah kayu dua lantai berwarna cokelat. Terdapat papan nama yang cukup besar di muka rumah itu dengan bertuliskan Bougenville. Baru tahu dirinya baru saja berhenti di depan lokasi penjualan bunga. Di samping rumah tersebut terdapat pula sepetak tanah yang dijadikan kebun bunga dengan beberapa orang pekerja. Tak terlalu ramai tempat ini, hanya dua mobil yang terparkir di muka rumah.
“Terima kasih udah ngantarin gue ....” Arion turun dari sepeda.
“Rumah lo di sini?” Freya melihat ke sekitar. Daerah ini tidaklah terlalu jauh dari rumahnya jika menggunakan sepeda.
Arion mengelus rambut belakangnya. “Hmmm ... enggak, sih―”
Perhatian mereka tertuju kepada seorang wanita dewasa yang memanggil nama Arion di samping rumah. Ia memakai topi bundar dengan sarung tangan penuh kotoran tanah. Celemek masak dijadikan pelindung pakaian dari kotoran tanah yang cokelat. Ia melambai kepada Arion dan Freya.
“Arion ... kenapa ke sini? Enggak langsung pulang?” tanya wanita itu.
“Iya, Ibu ... Rion mampir di sini ....”
Ibu? Oh ... ini orangtua dari Arion .... Menyadari hal tersebut, Freya segera menunduk untuk memberikan hormat. Tanpa diduga, ibu Arion menghampiri mereka berdua. Ia melepas sarung tangannya sebentar, lalu mencuci tangan pada keran.
“Rion, kamu enggak pernah bilang kalau kamu punya pacar?” tanya ibunya Arion.
Sontak, kalimat itu membuat wajah Freya memerah.
“Oh, bukan ... ini bukan pacarnya Rion. Ini ... Freya ... temen di sekolah.”
Ibunya memandang Freya dari bawah hingga ke atas. Detail sekali ekspresi dari wanta itu memandang Freya. Segera bagi Freya untuk menyalami ibu tersebut, lalu mengucapkan namanya sebagai perkenalan.
“Saya Freya, Bu ... temen satu sekolah Arion.”
“Iya, panggil aja Ibu Kartika. Hmm ... cantik sekali kamu. Sepertinya cocok―”