Arion membawa pergi Freya dari pria itu. Tidak ia singgung mengenai hubungan pertemanannya dengan Adit, tetapi jujur ada perasaan tidak rela jika Freya direbut oleh orang lain. Ia telah berubah pikiran. Permintaan Freya untuk menjalin hubungan benar adanya. Ia butuh seseorang untuk melupakan Karin. Freya merupakan orang yang tepat untuk itu. Jikalau cinta merupakan alasan untuk menjalin hubungan, betapa banyak orang di luar sana yang berawal dari rasa benci berubah menjadi rasa cinta. Arion tidak peduli apakah ia mencintai Freya nanti, setidaknya ada ruang bagi Arion untuk melupakan seorang Karin. Ia lelah menyimpan cinta, tak ubah layaknya Freya kepada Raka. Mereka sama-sama satu tujuan, yaitu melupakan seseorang.
Cinta tidak akan bisa tumbuh begitu saja. Awalan dari perjalanan perasaan itu pasti bermula dari ketiadaan. Ketiadaan tersebut perlahan dipertemukan oleh ruang dalam satu waktu, hingga sorot mata saling melihat satu sama lain. Terjalinlah hubungan emosional, mungkin saja sebagai teman, tidak pernah langsung menjadi rasa suka. Pertemuan demi pertemuan akhirnya menjadi keterbiasaan. Benih-benih itu pun tumbuh menjadi rasa suka, berkahir dengan rindu apabila tidak lagi bertemu. Rindu selalu ingin dipertemukan karena hanya itu obatnya. Dari sekelumit dinamika tersebut, pada akhirnya seseorang akan sadar tengah mencintai orang lain.
Sudah bulat tekad Arion. Ia harap suatu saat nanti akan bisa suka kepada Freya, begitu pula sebaliknya. Lagi pula, Freya cukup baik padanya dan menerima Arion apa adanya. Tidak pernah Freya menganggap diri Arion seperti wanita lain di luar sana. Ia murni memandang Arion sebagai manusia yang membutuhkan teman dan perhatian, bukan sebagai individu dengan segala keistimewaan. Itu yang ia sukai dari ketulusan hati Freya. Berkat dasar itu, tidak ada alasan lagi untuk tidak menerima Freya sebagai kekasihnya.
Sedari tadi, Arion menuntun langkah Freya menuju ke kantin. Ia melihat tadi Freya berpisah dengan sahabatnya tersebut oleh kehadiran Adit. Tidak ada kata yang terucap oleh Freya semenjak tragedi tadi. Freya hanya mengikuti langkah Adit yang menuntunnya ke sebuah tempat, hingga mereka sampai di meja yang sedang dijadikan Lani untuk makan.
“Tunggu di depan kelas gue nanti.” Arion menarik kursi untuk Freya.
Dengan perasaan tersipu karena diperlakukan istimewa, Freya menduduki kursi tersebut. Sudah pasti Lani kebingungan dengan sikap dua insan di hadapannya tersebut. Ia tetap lanjut menghabisi makanan, menungu Arion dan Freya selesai bersikap aneh di dekatnya.
“Kenapa gue harus ke sana? Kelas kalian selalu pulang lebih lambat dari kelas reguler.” Freya menyadari bahwasnya kelas unggulan itu selalu ada tambahan untuk mempelajari Bahasa Inggris di akhir jam sekolah.
“Bukannya sepasang kekasih selalu menunggu pacarnya ketika pulang? Nanti kita pulang bareng.”
Sontak Freya melihat ke arah Lani yang terbatuk. Frontal sekali Arion menyatakan hal tersebut. Padahal, ia belum siap untuk mempublikasikan hubungannya dengan Arion. Baginya, cukup untuk diketahui oleh mereka berdua sekarang ini.
“Nanti kalau semua orang tahu, bagaimana? Dan Vioni ... jujur, gue masih cemas dengan dia, Arion.”
“Selagi lo itu milik gue, enggak ada satu pun orang yang berhak ngeganggu lo. Ingat itu.” Satu belaian tangan bersarang ke rambut Freya. “Gue pergi dulu.”