“Kalau gue dideketin sama orang lain, apa lo bakal cemburu?” tanya Freya pada suatu kesempatan kepada Arion.
“Ya tentu, karena lo pacar gue.”
Mungkin saja kalimat itu merupakan pertanyaan termanis bagi Freya yang pernah didengar. Berlekuk senyum yang tidak bertepi untuk menghargai betapa Arion mementingkan dirinya. Ya benar, belum sama sekali cinta itu tumbuh. Pandangan hatinya masih tetap menatap pria yang tidak peduli, sedangkan di hadapannya kini selalu berada di dalam keistimewaan seorang Arion. Hanya rasa nyaman itu yang membuatnya ingin selalu bersama Arion. Pria itu mengisi hari-harinya semenjak menyebuti dirinya sebagai orang kekasih. Tak lekang perasaan nyaman itu dari perhatian, dari kelembutan sikap kekasih, begitu pula persembahan yang ia berikan kepada Arion.
Jikalau Arion cemburu terhadap kedekatanya dengan orang lain, maka sepatutnya Freya melakukan hal yang sama. Namun, bagaimana cara menyemburui orang yang sangat sulit untuk dicemburui. Mungkin landasannya hanyalah tajuk kekasih yang bersemat kepada Arion. Arion merupakan milik Freya sendiri, jika ada orang lain yang ingin merebut, sudah jadi kepastian bahwasanya Freya akan menentang. Tetap saja Freya tidak aka risau dengan hal tersebut. Arion bukanlah seperti Raka yang selalu banyak didekati wanita. Ia diam seperti tembok, tetapi terlalu dingin untuk disentuh.
Kini, setiap lembar buku harian Freya tertuliskan nama Arion. Ia menjuluki Arion sebagai salju di musim kemarau. Salju tidak akan mungkin ada di musim kemarau. Namun, Arion datang ketika semuanya tidak baik-baik saja. Kemarau itu memang pelik, tetapi kehadiran Arion menyejukkan semuanya. Salju di musim kemarau itu turun di ujung hidungnya, di tangannya, pada belaian rambut, ketika Arion bersikap manis sekali. Ia tampak begitu tulus, meski ia tahu jika Arion masih menyukai orang lain.
Ia semakin bisa untuk meminimalisir perasaannya kepada Raka. Hanya saja, masih terpikirkan mengenai rasa cemburu jika Raka kini dimiliki orang lain. Setiap ia berpikiran mengenai Raka, ia akan selalu menyentuh akuarium ikan maskoki pemberian Arion. Rasanya, jarak antara rumahnya dengan rumah Arion seketika hanya sebatas kaca. Ia menjadi dekat, bayang wajah Arion yang senyumnya kecil itu tergambar pada pantulan cahaya akuarium. Lalu, Freya akan bekata di dalam hati bahwasnya esok hari ia ingin menghabiskan waktu bersama pria itu.
Bel rumah berbunyi. Telinga Freya berdiri tatkala masih memandangi ikan di akuarium. Sementara itu, tidak ada siapa-siapa di rumah kecuali dirinya sendiri. Berharap jika itu Arion? Tidak mungkin malam-malam begini Arion berani mengunjungi rumahnya. Mustahil pula itu merupakan Raka. Ia pun turun dari kamarnya untuk melihat siapa yang sudah menekan pintu bel.
Freya mengintip dari jendela. Seorang pria dengan hoodie abu-abu tengah menunduk ke bawah, sementara tangannya memegang sesuatu. Hela napasnya seketika panjang karena menyadari bahwasnya orang itu merupakan Adit. Sudah semenja kejadian hari itu, tidak ada lagi pertemuan yang mereka lakukan. Begitu pula ketika Freya mengunjungi rumahnya, Freya lebih banyak menghabisi waktu bersama Tante mira. Sementara Adit hanya berdiam diri di kamar tanpa ingin menemui.
Tatapan mereka saling bergaris lurus di ujung pancaran cahaya lampu teras. Tangan Adit memberikan kotak wadah makanan yang pernah sebelumnya diisi oleh ayam semur milik mama Freya.
“Gue disuruh Ibu buat ngantarin ini. Di dalamnya ada sup ayam.”
“Makasih banyak, Kak. Gue selalu lupa ngambil kotak wadahnya sejak waktu itu.” Freya tersenyum kecil.
“Iya, sama-sama. Hmm ... kayanya itu aja, deh.” Adit mengangguk. “Gue pulang dulu―”
“Gue bisa bikin teh atau kopi. Duduklah sebentar di teras.”
Kembali Arion berbalik diri setelah sebelumnya berniat untuk pulang.